16/12/2016

Upaya Mama KH. Moch Chaedar Zuhri Dalam Pusaran Perjuangan Kemerdekaan



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Sebelum merdeka, Negara Indonesia merasakan banyaknya jajahan-jajahan Bangsa Belanda. Pada bulan April 1595, Belanda memulai pelayaran menuju Nusantara dengan empat buah kapal dibawah pimpinan Cornelis De Houtman. Dalam pelayarannya menuju ke Timur, Belanda menempuh rute Pantai Barat Afrika-Tanjung Harapan-Samudera Hindia-Selat Sunda-Banten.
Pada saat itu, Banten berada dibawah pemerintahan Maulana Muhammad (1580-1605). Kedatangan Cornelis De Houtman, pada mulanya diterima baik oleh masyarakat Banten dan juga diizinkan untuk berdagang di Banten. Namun, karena sikap yang kurang baik sehingga orang Belanda diusir dari Banten.
Begitu pula dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia, banyak Pergerakan-Pergerakan Nasional, seperti terbentuknya organisasi-organisasi keagamaan, dengan maksud ingin memerdekakan Bangsa Indonesia dari penjajah. Organisasi keagamaan diantaranya, Serikat Islam (SI) yang dibentuk pada tanggal 16 Oktober 1905 Masehi, yang dahulu bernama Serikat Dagang Islam (SDI) pelopornya adalah H. Samanhudi. Pada kongres pertama SDI di Solo tahun 1906, namanya ditukar menjadi Serikat Islam. Organisasi keagamaan SI ini dengan cepat mendapat sambutan baik di daerah Banten, yang terkenal kepanatikannya terhadap Agama Islam. Hampir semua ulama di Banten masuk organisasi ini, akan tetapi bagi kepemimpinan SI dianggap kurang berani, mereka menghendaki kepemimpinan yang lebih tegas lagi, keadaan ini dimanfaatkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) melalui cara infiltrasi.
Pada tahun 1926, Banten menjadi ajang pemberontakan komunis yang mencemaskan Pemerintah Hindia Belanda. Pemberontakan itu mempunyai semangat kuat anti kolonial dan anti priyayi. Pimpinan pemberontakan terdiri dari tiga unsur, yaitu : Para Ulama, Kaum Komunis Setempat dan Jawara. Koalisi ini pertama-tama didasarkan atas kebencian mereka terhadap Pemerintah Kolonial dan Pamongpraja. Pemberontakan tersebut gagal, empat orang pelakunya digantung, 99 orang diasingkan ke Digul, Irian Barat, dan ratusan lainnya dimasukkan penjara untuk waktu yang lama. Luka-luka yang dalam itu sangat membekas, akibatnya ialah kebencian mereka yang tak kunjung padam terhadap orang-orang Belanda dan Pangrehpraja.[1]
Pada masa Pendudukan Jepang, Penduduk Banten banyak yang bersedia bekerja sama dengan Jepang. Dengan alasan, orang Jepang mempropogandakan Bangsa Indonesia, mengakui bahwa mereka dari benua yang sama yaitu benua Asia. Pada masa ini kedudukan dua kelompok sosial yang dominan disana yaitu Ulama dan Pangrehpraja mengalami perubahan yang mencolok. Pada masa Perang Pasifik (7 Desember 1941 – 2 September 1945), Islam diangkat dalam kedudukan resmi yang penting, yang pada  masa sebelumnya dianggap sepi. Oleh karena itu, dampak dari perang pasifik ialah sekutu menjajah bangsa Indonesia. KH. Achmad Chatib (Labuan) dan KH. Syam’un (Cilegon) diangkat menjadi komandan Batalyon Peta yang berkedudukan di Banten. Ulama lainnya diangkat dalam kedudukan resmi yang kebanyakan dalam badan-badan yang berurusan dengan soal-soal keagamaan dan sosial. Salah satunya adalah ulama Pandeglang yaitu Mama KH. Moch Chaedar Zuhri yang ikut serta memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Oleh karena itu, dari latar belakang di atas kami tertarik untuk mengangkat judul tentang “Upaya Mama Dalam Pusaran Perjuangan Kemerdekaan”.

B.   Perumusan Masalah
Menurut Sutrisno Tiadi (1973:3) “masalah adalah kejadian yang menimbulkan pertanyaaan bagaimana dan kenapa”.
Perumusan masalah merupakan salah satu tahap diantara sejumlah tahap penelitian yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan penelitian. Tanpa perumusan masalah, suatu kegiatan penelitian akan menjadi sia-sia dan bahkan tak akan membuahkan hasil apa-apa.[2]
Dari pernyataan di atas, penulis dapat mengkaji perumusan masalah sebagai berikut :
     1. Bagaimana sejarah singkat KH. Moch Chaedar Zuhri?
     2. Apa sajakah upaya dan perjuangan KH. Moch Chaedar Zuhri dalam mengusir penjajah di Tanah Banten?

C.   Tujuan Penelitan
 1    Untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Sosiologi dan untuk mengetahui sejarah KH. Moch Chaedar Zuhri
2 Untuk mengetahui upaya dan perjuangan KH. Moch Chaedar Zuhri dalam mengusir penjajah di Tanah Banten

D.   Sistematika Penulisan
BAB I  PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
B.   Perumusan Masalah
C.   Tujuan Penelitian
D.   Sistematika Penulisan
BAB II KAJIAN TEORI
A.   Pengertian Perjuangan
B.   Peran Ulama dalam Perjuangan Kemerdekaan
BAB III UPAYA MAMA DALAM PUSARAN PERJUANGAN
              KEMERDEKAAN
A.   Sejarah Singkat KH. Moch Chaedar Zuhri
B.   Upaya dan Perjuangan KH. Moch Chaedar Zuhri dalam Mengusir Penjajah di Tanah Banten
BAB IV PENUTUP
A.   Kesimpulan
B.   Saran-Saran
DAFTAR PUSTAKA


 
BAB II
KAJIAN TEORI

A.   Pengertian Perjuangan
Perjuangan berarti sesuatu yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Dalam sebuah perjuangan terdapat berbagai macam hambatan, semakin kita sering mengalami berbagai masalah, maka akan semakin kuat pula kita. Arti perjuangan adalah usaha dan kerja keras dalam meraih hal yang baik sebagai kunci menuju kesuksesan. Perjuangan juga merupakan suatu usaha untuk meraih sesuatu yang diharapkan demi tercapainya kemuliaan dan kebaikan. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-baqarah : 218 yang artinya “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah maha pengampun, maha penyayang.”
Pada masa penjajah, perjuangan adalah segala sesuatu yang dilakukan dengan pengorbanan, peperangan dan diplomasi untuk memperoleh kemerdekaan dan untuk mempertahankannya. Perjuangan mempunyai arti luas, sehingga apa yang dilaksanakan oleh pahlawan-pahlawan di Nusantara merupakan peristiwa-peristiwa dalam perjuangan Nasional Indonesia.
Dalam konteks perjuangan kemerdekaan Indonesia upaya untuk membebaskan diri dari cengkraman kedzoliman, kesewenang-wenangan dan penindasan penjajah bangsa lain, jajahan hasil bumi, eksploitasi manusia dalam bentuk kerja paksa (Rodi), tuntutan umpeti atau pajak dari rakyat yang diluar kemampuan, monopoli perdagangan. Adalah contoh mengapa leluhur bangsa ini berjuang, berjuang dari sebuah kesadaran bahwa ada hak dalam hidup ini yang diambil paksa oleh orang lain, demi meraih kembali hak itu tidak ada pilihan kecuali berjuang.[3]

B.   Peran Ulama dalam Perjuangan Kemerdekaan
Dalam perjuangan kemerdekaan, peran ulama tak dapat diabaikan. Setidaknya ada beberapa jasa utama yang telah diberikan para ulama untuk perjuangan kemerdekaan. Pertama, menyadarkan rakyat akan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan penjajah. Diberbagai pesantren, madrasah, ceramah, organisasi, dan pertemuan lainnya, para ulama menanamkan kesadaran dihati rakyat akan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan penjajah tersebut.[4]
Pengaruh para ulama diakui oleh penjajah, Thomas S. Raffles, Letnan Gubernur EIC yang memerintah pada tahun 1811-1816 di Indonesia berkata ”Karena mereka-mereka begitu dihormati, maka tidak sulit bagi mereka untuk menghasut rakyat agar memberontak, dan mereka menjadi alat paling berbahaya ditangan penguasa pribumi yang menentang kepentingan pemeritah kolonial. ‘Pendeta Islam’ itu ternyata merupakan golongan yang paling aktif dalam setiap peristiwa pemberontakan. Mereka umumnya berdarah campuran antara orang Arab dan penduduk pribumi, dalam jumlah besar berkeliling dari negara satu ke negara lain, di Pulau-Pulau Timur. Akibat intrik dan hasutan mereka, pemimpin pribumi biasanya dikerahkan untuk menyerang atau membunuh orang Eropa, yang mereka anggap sebagai kafir dan pengacau.”
Kedua, memimpin gerakan non kooperatif pada penjajah Belanda. Para ulama dimasa penjajahan banyak mendirikan pesantren di daerah-daerah terpencil, untuk menjauhi bangsa penjajah yang banyak tinggal di kota.
Ketiga, mengeluarkan fatwa wajibnya jihad melawan penjajah. Fatwa jihad ini sangat besar pengaruhnya dalam membangkitkan perlawanan. Perang melawan penjajah dianggap jihad fisabilillah, yakni perang suci atau perang sabil demi agama.



BAB III
UPAYA MAMA DALAM PUSARAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

A.   Sejarah Singkat K.H Moch Chaedar Zuhri
KH. Moch Chaedar Zuhri atau lebih populer dengan sebutan Mama Edang, beliau adalah salah satu  pejuang kemerdekaan dari Tanah Banten. KH. Moch Chaedar Zuhri lahir di Petir, 12 April 1923 dari pasangan KH. Zuhri dan Hj. Mahdiati. Ketika masih kecil Mama banyak mengenyam berbagai pendidikan, dari mulai SR (Sekolah Rakyat) atau yang sekarang lebih dikenal dengan SD (Sekolah Dasar) yang berbasis pengetahuan umum di Petir atau sekarang lebih terkenal dengan SD Petir I. Setelah lulus SD, Mama langsung melanjutkan pendidikannya ke pesantren Khoiriyah, Tanah Abang (Jakarta) sebelum merdeka, yang pada saat itu belum ada SMP (Sekolah Menengah pertama) atau MTs (Madrasah Tsanawiyah). Kemudian Mama pindah ke Pesantren Cilaku (Cianjur) yang tidak lama kemudian Mama pindah ke Plered (Karawang) selama tiga tahun. Selang beberapa tahun kemudian, Mama menikah dengan seorang wanita cantik bernama Hj. Hamdanah yang dijodohkan oleh mertua Mama yaitu KH. Azhari, dan melangsungkan pernikahan pada hari Jum’at, 10 Maret 1941 dan dikaruniai sembilan anak, yang terdiri dari enam perempuan dan tiga laki-laki.

B. Upaya dan Perjuangan KH. Moch Chaedar Zuhri dalam Mengusir Penjajah di Tanah Banten
KH. Moch Chaedar Zuhri, lahir pada tanggal 12 April 1923. Ini tandanya, beliau sempat mengalami sendiri masa-masa penjajahan. Pada tahun 1941, beliau pergi ke sebuah kampung yang bernama Cimeong dengan tujuan untuk menikahi ibu Hj. Hamdanah yang dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Setelah beliau menikah, beliau tidak langsung hidup bersama dengan sang isteri, layaknya seperti suami isteri biasanya. Akan tetapi, beliau ikut memperjuangkan kemerdekaan dalam mengusir penjajah khususnya di Tanah Banten. Ketika Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942, pasukan Jepang menyerbu daerah Jawa Barat. Yaitu di daerah Banten (Teluk Banten) dan Eretan Wetan (Cirebon)[5], dengan tujuan untuk menguasai kekayaan-kekayaan yang ada di Indonesia, khususnya daerah Jawa Barat. Dengan alasan inilah KH. Moch Chaedar  Zuhri rela berjuang untuk negara. Ketika pasukan Jepang mulai menyebar ke daerah Banten, khususnya daerah Baros, pasukan Jepang menyebar untuk menjajah daerah tersebut. Mama dan para kiai lainnya berusaha untuk menyelamatkan diri dan masyarakat lainnya. Karena pada waktu itu, kiai adalah salah satu pejuang yang dituju oleh penjajah-penjajah. Kiai mempunyai keistimewaan lain, bukan tenaga yang dipakai untuk menyerang penjajah, tetapi para kiai menggunakan ilmunya untuk menyerang para penjajah. Begitupun Mama, beliau tidak ikut langsung dalam penyerangan melawan penjajah, akan tetapi beliau dan para kiai lainnya menggunakan ilmu dan berdo’a kepada Allah SWT dalam menyerang para penjajah.
Provinsi Banten memiliki dua kekuatan dalam menyerang penjajah. Pertama, peran para kiai yang dipimpin oleh KH. Achmad Chatib (Labuan) sebagai pimpinannya, dan KH. Moch Chaedar Zuhri ikut sebagai anggotanya dalam peran kiai tersebut. Kedua, peran para jawara yang dipimpin oleh KH. Syam’un (Cilegon). Peran jawara ini ikut langsung bertempur melawan penjajah, dan ketika penjajah datang, pada saat itu kiai yang dituju oleh para penjajah. Dengan alasan, kiai mempunyai kekuatan lain dalam menyerang penjajah. Mama dan para kiai lainnya pergi ke Gunung Karang (Kadu Engang) untuk menyembunyikan diri dari penjajah dan disana Mama dan para kiai lainnya berdo’a dan berharap agar negara ini terbebas dari penjajah.
Pada masa penjajah, Mama ikut dalam organisasi Masyumi dan organisasi Hizbullah (Barisan Pemuda Islam) yang tujuannya untuk Pembela Tanah Air (PETA).
Setelah merdeka, maka Mama KH. Moch Chaedar Zuhri duduk dalam roda pemerintahan di kecamatan Baros. Mama yang berkecimpung dalam dunia pemerintahan nampaknya kurang beliau nikmati, karena adanya para santri dan masyarakat yang selalu menunggu dan membutuhkan siraman rohani dari Mama KH. Moch Chaedar Zuhri, baik di pondok maupun madrasah serta di masjid disekitar kampung dimana beliau tinggal. Dengan tuntutan seperti itulah, Mama mengajukan permohonan untuk pensiun muda di wilayah kementrian penerangan. Dan al-hamdulillah permohonan tersebut dikabulkan, yang akhirnya Mama tekun menekuni dunia pesantren, berkiprah dengan masyarakat dan para santri untuk mendidik dan mencerdaskan bangsa, lewat pendidikan pondok pesantren.


 
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah kami banyak meneliti dalam segi wawancara kepada beberapa orang yang mengetahui tentang KH. Moch Chaedar Zuhri, beliau adalah salah satu pejuang dari Tanah Banten yang ikut memperjuangkan Tanah Air dari penjajah, rela berjuang untuk negara. Ketika pasukan Jepang mulai menyebar ke daerah Banten, khususnya daerah Baros.
KH. Moch Chaedar Zuhri ikut sebagai peran kiai yang dipimpin oleh KH. Achmad Chatib dalam melawan penjajah. Ketika penjajah datang, dan pada saat itu para kiai yang dituju oleh penjajah. Dengan alasan inilah Mama pergi ke Gunung Karang (Kadu Engang) untuk menghindari penjajah. Disana Mama dan para kiai lainnya berdo’a dan berharap agar negara ini terbebas dari penjajah.
Pada masa penjajah, Mama ikut dalam organisasi Masyumi dan organisasi Hizbullah (Barisan Pemuda Islam) yang tujuannya untuk Pembela Tanah Air (PETA).
Setelah merdeka, maka Mama KH. Moch Chaedar Zuhri duduk dalam roda pemerintahan di kecamatan Baros. Mama yang berkecimpung dalam dunia pemerintahan nampaknya kurang beliau nikmati, karena adanya para santri dan masyarakat yang selalu menunggu dan membutuhkan siraman rohani dari Mama KH. Moch Chaedar Zuhri, baik di pondok maupun madrasah serta di masjid disekitar kampung dimana beliau tinggal. Dengan tuntutan seperti itulah, Mama mengajukan permohonan untuk pensiun muda di wilayah kementrian penerangan. Dan al-hamdulillah permohonan tersebut dikabulkan, yang akhirnya Mama tekun menekuni dunia pesantren. Berkiprah dengan masyarakat dan para santri untuk mendidik dan mencerdaskan bangsa, lewat pendidikan pondok pesantren.

B. Saran-Saran
Dari Karya Tulis ini penulis memberikan saran kepada :
1.  Pemerintah
Diharapkan bagi pemerintah memberikan suatu penghargaan kepada para pejuang yang telah rela berkorban untuk negara, salah satunya KH. Moch Chaedar Zuhri sebagai pejuang dari Tanah Banten.
2.  Masyarakat
Penulis berharap masyarakat dapat meneladani sikap Mama Chaedar yang penuh semangat dalam memperjuangkan Tanah Air dari para penjajah.
3.  Pembaca
Penulis menyarankan kepada pembaca agar selalu mengenang jasa-jasa para pejuang dan dapat meneladaninya. Sebab, jangan sekali-kali kita melupakan sejarah (JAS MERAH), karena jika kita melupakan sejarah maka kita akan kembali mengulangi sejarah tersebut.

LAMPIRAN :








 
DAFTAR PUSTAKA

Arulteam, blongspot.com/2012/03 Page. Perumusan Masalah. Jum’at, 26/02/2016 09:00 WIB
Lubis H. Nina. 2003. Banten Dalam Pergumulan Sejarah. LP3ES Indonesia. Hal.145

 

[1] www. Google.com Sejarah Banten. Kamis, 17/03/2016 13:30 WIB
[2] Arulteam, blongspot.com/2012/03 Page. Perumusan Masalah. Jum’at, 26/02/2016 09:00 WIB
[3] www. Google.com. Sejarah Bangsa. Senin, 14/03/2016 15:00 WIB
[4] www. Google.com. Sejarah Bangsa. Jum’at, 04/03/2016 14:30 WIB
[5] Nina H. Lubis. 2003. “Banten Dalam Pergumulan Sejarah”. LP3ES Indonesia. Hal.145

No comments: