16/12/2016

PENDIDIKAN MADRASAH DI INDONESIA



A.    Pendahuluan
Dinamika pendidikan Islam sedang menghadapi arus zaman yang semakin kompleks, dan dinamis. Arus gelombang zaman yang datang dapat menggulung siapa saja yang tidak bisa bertahan dan beradaptasi dengan baik. Bertahan dan beradaptasi menjadi sebuah keharusan dilakukan lembaga pendidikan Islam demi menjaga nilai-nilai normative sebagai landasan etik pendidikan Islam yang khas, di samping beradaptasi membuka diri terhadap perubahan yang datang, dengan mengambil secara selektif apa saja yang terbaik dan digunakan untuk memajukan dunia pendidikan Islam. 
Sejak masa pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan Islam di dunia Islam telah sukses dengan baik berkonstribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan manusia. Dengan demikian, pendidikan Islam hanya tinggal menjemput ‘cerita kesuksesan’ tersebut dan mewujudkan kembali di zaman ini dengan semangat yang progressif. Sebuah ungkapan inspiratif mengemukakan bahwa “sejarah pasti akan berulang”. Terwujudnya kembali sebuah sejarah tidaklah mustahil, apabila semua syarat-syarat sejarah di masa lalu itu sudah terpenuhi dengan baik. Jadi bukan tidak mungkin Pendidikan Islam akan kembali berjaya dengan memberikan konstribusi besar untuk zamannya. Kita pernah mendengar pendidikan Islam seperti Kuttab, Rumah Ulama, Perpustakaan, Observatorium, Bait al-Hikmah sebagai pustaka sekaligus tempat pengembagan ilmu pengetahuan dan Madrasah Nizamiyah.
Semua lembaga pendidikan Islam tersebut berkelindan dengan zamannya dan memberikan sumbangsih yang besar untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan kemajuan ummat manusia hingga hari ini. Walaupun ‘kembang api’ kemajuan tidak lagi digerakkan Islam dan peradabannya, namun percikan itulah yang telah memberikan inspirasi kemajuan dunia Barat melalui transformasi ilmu pengetahuan dari peradaban Spanyol Islam dan kepulauan Sisilia Italia.
Pendidikan Islam yang tumbuh dan berkembang saat ini tentu siap saja menjadi lokomotif penggerak ilmu pengetahuan Islam, salah satunya Madrasah. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam sudah sangat familiar dalam kosakata sejarah pendidikan Islam, di antaranya Madrasah Nizamiyah di Bagdad. Melalui Madrasah Nizamiyah lahir tokoh ilmuan Islam serba bisa seperti Imam al-Ghazali (w.1111), melalui lembaga tersebut bertambah teguhlah faham Islam sunni di dunia Islam dan menjadi model institusi pendidikan tinggi di dunia Barat. Menjadi harapan bersama tentunya, supaya Madrasah yang serupa kembali menjajalkan sejarahnya yang indah di bumi Indonesia ini. 
Membicarakan Madrasah di Indonesia tentunya tak luput dari harapan di atas, walaupun belum sepenuhnya terwujud namun, usaha ke arah itu  tentu saja telah dilakukan hingga hari ini.
Makalah ini terbagi kepada tiga bagian yaitu: bagian pendahuluan, bagian pembahasan; bagian ini, pembahasan akan difokuskan pada; Pengertian Madrasah, Perkembangan Madrasah di Indonsia,   Tokoh Pendiri Madrasah di Indonesia, Fasilitas dan Metode Pendidikan di Madrasah, bagian Kesimpulan dan soal-soal latihan.

B.     Pembahasan
1.      Pengertian Madrasah dan sejarah Madrasah di dunia Islam
Kata ‘madrasah’ berasal dari kosakata bahasa Arab, darasa, yadrusu, darsan, Madrasah, yang berarti tempat belajar. Madrasah selanjutnya menjadi lembaga pendidikan umum bercirikan khas keagamaan, sudah masuk sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional yang pengelolaannya berada di bawah Kementerian Agama Republik Indonesia[1]. 
Sebagaimana sejarah berdirinya Pesantren dan Madrasah juga berkembang di Indonesia dari bentuknya yang sederhana, yaitu pengajian di masjid-masjid, langgar, dan surau. Berawal dari bentuknya yang sederhana ini berkembang menjadi Pesantren. persinggungan dengan sistem madrasi, model pendidikan Islam mengenal pola pendidikan Madrasah yang klasikal. Madrasah ini pada mulanya hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Dalam perkembangan selajutnya, sebagian Madrasah diberikan mata pelajaran umum, dan sebagian lainnya tetap mengkhususkan diri pada pengajaran ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Pada tahap perkembangan selanjutnya Madrasah yang mencukupkan diri untuk pengajaran bahasa ilmu-ilmu agama dan Arab disebut madrasah Diniyah[2], sedangkan Madrasah yang telah mengintegrasikan mata pelajaran ilmu-ilmu agama dan umum disebut Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah ‘Aliyah. Madrasah Tsanwiyah dan ‘Aliyah ini di samping dikelola oleh pemerintah juga dikelola masyarakat. 
Secara historis munculnya Madrasah di dunia Islam sudah mulai sejak zaman dinasti Abbasiyah di Bagdad. Sebagaimana yang diungkapkan Abuddin Nata bahwa Madrasah di masa klasik dapat disebut lembaga pendidikan keagamaan menengah dan agak tinggi yang secara khusus mengajarkan ilmu-ilmu agama yang beradasarkan paham atau aliran tertentu (sunni)[3].
Untuk menyebarkan faham keagamaan sunni di masa Abbasiyah maka mendorong pertumbuhan Madrasah secara terorganisir dan terlembagakan. Sebelum adanya Madrasah, pusat transmisi pengetahuan dilangsungkan di seputar masjid dan rumah guru dalam bentuk; halaqah, majlis al-tadris, dan kuttab[4]. 
Menurut sejarawan Taqi al-Din al-Fasi al-Makki al-Maliki (775-832 H/1373-1428 M), selain Madrasah Nizamiyah di Bagdad, Madrasah pertama di Makkah adalah Madrasah al-Ursufiyah yang dirikan pada 571H/1175 M oleh ‘Afif Allah Muhammad al-Ursufi (w.595 H/1196 M) di dekat Pintu Umrah, bagian selatan Masjid al-Haram. Sedangkan di Madinah, jumlah Madrasah tidak sebanyak di Makkah. Al-Fasi mengungkapkan bahwa Sultan Ghiyats al-Din (A’zham Syah dari Bengal) mendirikan sebuah Madrasah di Madinah yang dibangun hampir bersamaan dengan Madrasah Makkah, yang terletak di dekat kawasan Bab al- Salam, Masjid Nabawi. Al-Sakhawi juga menyebutkan beberapa Madrasah lain di Madinah, yakni Madrasah Qa’it Bey, al-Basithiyah, al-Zamaniyah, al-Sanjariyah, al-Syahabiyah, dan al-Mazhariyah[5].
Keterkaitan pertumbuhan dan perkembangan Madrasah di dunia Islam (Timur Tengah) dengan di Indonesia bisa dilihat dengan banyaknya petualang intelektual Indonesia di masa lalu menuntut ilmu ke Timur Tengah, dengan pengalaman mereka belajar di sana setelah sekembalinya ke Indonesia mereka mendirikan lembaga yang serupa untuk mengajar Islam ke masyarakat di mana mereka tinggal.  Selain itu, menurut Martin van Bruinessen (dalam Mastuki, M.Ishom el-Saha) menjelaskan, pada tahun 1874 seorang wanita India bernama Shaulah al-Nisa membiayai pembangunan sebuah Madrasah di Makkah dan mewakafkan tanah untuk memeliharanya. Madrasah itu diberi nama Shaulatiyyah. Madrasah ini menjadi bagian gerakan reformis pendidikan Islam di India. Madrasah ini dianggap modern karena adanya kelas, mata pelajaran tetap dan ujian reguler.  Pada Madrasah ini lebih 100 orang Indonesia yang belajar, di samping, orang-orang Indonesia mempuyai Madrasah sendiri yang bernama Dar al-‘Ulum al Diniyah, setelah terjadi konflik penggunaan bahasa Indonesia di Madrasah Shaulatiyah. Muhsin al-Musawwa, seorang sayyid kelahiran Palembang, yang menjadi Rektor yang pertama[6].
Dari pengalaman pelajar Indonesia yang belajar di Timur Tengah tentunya tidak sulit untuk melacak dari mana asal usul pendidikan madrasah di Indonesia kemudian. 

2.      Perkembangan Madrasah di Indonsia 
Selain pengalaman belajar orang Indonesia di Timur Tengah dalam mengelola pendidikan Madrasah di Indonesia, juga sebagai respon, bahkan upaya tandingan terhadap pendidikan modern yang diselenggarakan pemerintah kolonial Belanda dalam bidang pendidikan dan lainnya sangat diskriminatif[7].
Belanda hanya memberikan pendidikan yang bermutu kepada bangasanya, dan sebagian kecil untuk orang Indonesia yang menjadi kaki tangannya. Madrasah lahir di Indonesia selain respon spontan juga sebagai upaya untuk memberikan pendidikan yang unggul kepada ummat Islam pada khususnya, dan bangsa Indonesia umumnya. Hal ini, misalnya dapat dilihat pada Madrasah Adabiyah School yang didirikan oleh Abdullah Ahmad pada 1897 di Padang Sumatera Barat. Sebagai pendidikan umum, selain diajarkan  ilmu agama Islam, di Madrasah Adabiyah School diajarkan ilmu-ilmu umum seperti matematika, ilmu bumi. bahasa Belanda, bahasa Arab, dan berbagai keterampilan lainnya[8].
Selanjutnya Madras School yang didirikan di Sungayang, Batusangkar pada tahun 1910, tiga tahun berikutnya terpaksa ditutup karena kekurangan tempat. Namun kemudian Mahmud Yunus mendirikan Diniyah School sebagai kelanjutan Madras School tahun 1918. Madrasah lain yang telah muncul sebelum kemerdekaan antara lain; Madrasah Muhammadiyah yang berdiri di Yogyakarta tahun 1918, Arabiyah School di Ladang Laweh tahun 1981, Sumatera Thawalib tahun 1921 di Padang Panjang, Madrasah Diniyah Putri tahun 1923 di Padang Panjang, Madrasah Salafiyah tahun 1916 di Tebuireng Jombang-Jawa Timur[9].
Setelah kemerdekaan Indonesia 1945, dinamika pendidikan Islam di Negara yang baru terbentuk mengalami dinamika yang cukup berarti, terlebih setelah terbetuknya Kementrian Agama yang mulai resmi berdiri  Januari 1946. Di mana lembaga pemerintahan ini memperjuangkan pendidikan Islam secara politis, dengan dibentuknya suatu bagian khusus yang mengurusi masalah pendidikan Agama[10].
Pada tanggal 27 Desember 1945 Badan Pekerja Komite Nasinal Pusat (BPKNP) mendorong untuk memberikan bantuan kepada madrasah negeri maupun swasta. Sebagaimana yang disebutkan dalam klausal BPKNP bahwa Madrasah dan Pesantren pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula mendapatkan perhatian dan bantuan nyata berupa tuntutan dan bantuan dari pemerintah[11].
Pendidikan Madrasah dilembagakan sebagai model pendidikan nasional, pemerintah melalui Kementrian Agama menetapkan sistem pendidikan madrasah kepada tiga tingkatan, yaitu;
a.       Madrasah Ibtidaiyah, lama studinya 6 tahun,
b.      Madrasah Tsanawiyah Pertama, lama studinya 4 tahun,
c.       Madrasah Tsanawiyah Atas, lama studinya 4 tahun.
Perkembangan Madrasah yang cukup penting terjadi pada masa Orde Baru dengan didirikannya Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN). Tujuan pendirian lembaga ini adalah untuk mencetak tenaga professional yang siap mengembangkan Madrasah sekaligus ahli dalam bidang keagamaan[12].  
Pada tahun 1982 keluar Surat Keputusan (SKB) 3 Menteri yang menetapkan Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar, yang diberikan sekurang-kurangnya 30 % di samping mata pelajaran umum. Sementara Madrasah mencakup tiga tingkatan, yaitu;
a.       Madrasah Ibtidaiyah, setingkat Sekolah Dasar  (SD)
b.      Madrasah Tsanawiyah, setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)
c.       Madrasah Aliyah, setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA)
SKB tiga Mentri di atas juga bagian langkah strategis untuk menyetarakan pendidikan Madrasah dengan pendidikan umum lainnya. Ditambah dengan keluarnya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, telah menunjukan perkembangan yang luar biasa di mana pendidikan Madrasah sepenuhnya telah menjadi bagian integral sistem pendidikan Nasional Indonesia. Semua hak dan kewajiban secara penuh telah dimiliki Madrasah dengan pendidikan umum lainnya.
 Dengan pengakuan tersebut, memberikan keleluasaan kepada Madrasah untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas, dinamis dan kreatif. Kerinduan kepada cita-cita kebangkitan dunia Islam melalui institusi madrasah telah menguatkan harapan bersama, bahwa panggung sejarah telah terbuka lebar kepada umat Islam untuk menjejalkan kembali kejayaan peradaban Islam melalui lembaga pendidikan Islam madrasah. Salah satu syarat akan berjayanya kembali peradaban Islam hari ini telah dalam genggaman, tergantung apakah umat Islam mampu melihat peluang yang ada serta memanfaatkannya dengan menyatukan tekad dan membulatkan semangat bekerjasama sekaligus sama-sama bekerja, bahu membahu mewujudkan tamaddun islamiyah.  
3.      Tokoh pendiri Madrasah di Indonesia
Pendidikan Madrasah adalah salah satu lembaga pendidikan yang tertua di dunia dan di Indonesia. Madrasah telah dikenal langsung oleh orang Indonesia di tempatnya muncul di Timur Tengah. Dengan pengalaman mereka dapatkan selama pendidikan di Timur Tengah memberikan pengaruh kuat kepada dinamika perkembangan pendidikan Madrasah di Indonesia.
Di Indonesia Madrasah telah muncul jauh sebelum kemerdekaan Negera Republika Indonesia. Kemunculan Madrasah didorong oleh kebutuhan yang mendesak untuk memberikan pendidikan yang berkualitas kepada penduduk pribumi Indonesia.
Tokoh pembaharu pendidikan Islam di Indonesia sebelum kemerdekaan telah berupaya sekuat kemampuan mereka membangun Madrasah di daerahnya masing-masing.
Adapun tokoh pendiri madrasah di Indonesia antara lain:
a.       Syaikh Abdullah Ahmad tahun 1907 di Padang Panjang mendirikan Adabiyah School namun belum genap setahun gagal berkembang dan pindah ke Padang. Pada tahun 1915 madrasah Adabiyah mendapat pengakuan dari Belanda dan berubah menjadi Holland Inlandsche School (HIS)[13].
b.      Syaikh Thaib Umar tahun 1910 mendirikan Sekolah Agama (Madras School) di Sungayang Batu Sangkar. Tahun 1913 ditutup, namun pada tahun 1918 didirikan kembali oleh Mahmud Yunus[14].
c.       Zainuddin Labai El Yunusy mendirikan Diniyah School atau Madrasah Diniyah pada tanggal 10 Oktober 1915 di Padang Panjang[15].
d.      KH. Ahmad Dahlan mendirikan Madrasah Muhammadiyah di Yogyakarta pada tahun 1918[16]. Sampai hari ini jumlah Madrasah Muhammadiyah yang ada di Indonesia untuk tingkat Tsanawiyah sebanyak 535 buah, Madrasah Aliyah sebanyak 172 buah[17]. 
e.       Syaikh Abbas pada tahun 1918 mendirikan Arabiyah School di Ladang Lawas[18].
f.        Syaikh Abdul Karim Amrullah pada tahun 1921 mendirikan Madrasah Sumatera Thawalib di Padang Panjang, Bukit Tinggi, Padang Japang, Sungayang, Batu Sangkar  dan Maninjau[19].
g.       Rangkayo Rahmah El Yunusia pada tahun 1923 mendirikan Diniyah Putri pertama untuk Indonesia di Padang Panjang[20].
h.      KH. Hasyim Asy’ari pada tahun 1916 mendirikan Madrasah Tebu Ireng, Jombang-Jawa Timur[21].
Tokoh di atas adalah pioner pendirian Madrasah di Indonesia, dengan jasa-jasa yang mereka lakukan itu, telah menempatkan mereka dalam landscap pahlawan Pendidikan Nasional Indonesia.
4.      Fasilitas dan Metode pendidikan di Madrasah
a.       Fasilitas Madrasah
Pendidikan Madrasah muncul sebagai tanggapan muslim Indonesia di pendudukan bangsa Belanda, di mana tipologi Madrasah sebenarnya mengikuti pola sekolah Balanda yang ada, yang kemudian dimasukan mata pelajaran agama Islam. Sebagaimana usaha yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan untuk menawarkan pengajaran agama Islam di sekolah Belanda secara door to door. Menarik untuk dilihat ketika sistem pendidikan Belanda yang meniadakan pelajaran agama di sekolah, para guru Belanda menilai pengajaran agama di sekolah suatu yang menggelikan karena bagi mereka agama bukanlah suatu kebutuhan bagi perkembangan peserta didiknya. Agama cukup urusan pribadi atau tanpa agama sekalipun, itu sudah hal yang biasa di negeri mereka Belanda. 
KH. Ahmad Dahlan berhasil dengan baik menarik minat peserta didik sekolah Belanda untuk mengikuti pelajaran Agama Islam di sekolahnya. Dalam pada itu, KH. Dahlan mendirikan sendiri Madrasah Muhammadiyah 1918 di Yoyakarta untuk menarik minat penduduk di kalangan Islam Priyayi dan Abangan di Kota Yogyakarta. Trend pendidikan ala Belanda bagi mereka (Priyayi dan Abangan) menjadi sebuah gengsi tersendiri bila bisa masuk dan belajar di dalamnya. Oleh karena itu, KH. Dahlan mendirikan sekolah model Belanda dengan mengajarkan ilmu-ilmu Islam di samping pelajaran umum. Dari model sekolah Belanda dengan memasukan pelajaran Agama Islam itu, maka disebutlah sebagai Madrasah. Sebenarnya Madrasah yang didirikan di Indonesia sebelum kemerdekaan ialah prototype pendidikan Belanda dengan segala sistemnya. Mulai sistem managemen serta pendekatan pembelajaran yang klasikal. Bedanya hanya satu, yakni madrasah sudah ‘diislamkan’ dengan masuknya muatan pembelajaran agama Islam di dalamnya.
Jadi, kalau dilihat fasilitas yang dimiliki Madrasah tentu tidak jauh beda dengan sekolah Belanda, atau mungkin jauh kalah gagah bangunannya dari sekolah Belanda. Jika dibandingkan dengan pesantren yang memiliki fasilitas-fasilitas tertentu mulai yang sederhana hingga yang sangat mapan, misalnya; ada rumah kiyai, masjid, asrama, sekolah, kantin dan sebagainya,   sedangkan madrasah hanya memiliki gedung belajar dan sebuah ruang musalla atau masjid untuk kegiatan ibadah. Kemudian para tenaga pendidik tidak mempunyai tempat penginapan di madrasah itu, tetapi mereka pulang ke rumah masing-masing, sebagaimana juga halnya para peserta didiknya. Untuk menambah pelajaran agama lanjutan biasa dilaksanakan pada pengajian-pengajian di langgar, masjid, surau dan muenasah  di dekat tempat tinggal peserta didik berada. Atau sekaligus para guru Madrasah menyediakan waktu di sore hingga malam memberikan tambahan pelajaran agama di rumahnya atau di tempat-tempat yang biasa dilaksanakan pengajian seperti mushalla, masjid, langgar, surau atau sebagainya. 
Atau ada juga di antara peserta didik yang belajar penuh waktu, di nama di siang hingga zuhur belajar di madrasah dan pada waktu zuhur setelah istirahat pergi mondok ke Pesantren terdekat di kampungnya hingga sore atau malam. Kegiatan seperti itu, sudah biasa dilakukan oleh sebagian peserta didik di masa lalu, sampai hari ini pun di tempat-tempat tertentu di Jawa atau di luar pulau Jawa masih eksis dilakukan. 
b.      Metode Pendidikan di Madrasah
Madrasah yang didirikan di Jawa atau di luar Sumatera, tepatnya di Ranah Minang yang terbanyak munculnya pendidikan Madrasah adalah fotokopi pendidikan Belanda, namun tentu saja dibedakan dengan hadirnya ilmu-ilmu keislaman di dalamnya. Selain itu, semuanya hampir sama, seperti proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas, meja dan bangku, papan tulis, jumlah peserta didik perkelas terbatas hanya untuk beberapa peserta didik saja, sistem naik kelas, dan ujian yang dilaksanakan secara reguler.
Merujuk kepada metode yang digunakan untuk pendidikan sistem klasikal akan ditemui metode yang beragam. Tentu berbeda dengan metode pendidikan di Madrasah banyak digunakan metode yang beragam serta bervariasi, seperti; ceramah, tanya jawab, diskusi, rihlah ilmiyah, studi banding, metode seminar, demostrasi, role playing, dan masih banyak metode lainya.
Di dalam pendidikan Islam kemudian dikembangkan juga, metode seperti; tarhib wa taghib, metode kisah, metode uswah dan sebagainya.
Jadi, konteks Madrasah sesungguh memiliki perbedaan yang mendasar dibanding metode Pesantren. Akan tetapi perkembangan Madrasah hari ini telah mengalami perkembangan yang cukup berarti di mana integrasi sistem  Madrasah dan Pondok Pesantren digabungkan sekaligus sehingga munculah sekolah-sekolah seperti Pondok Modern, sekolah Islam terpadu dan sebagainya. Di satu sisi sekolah tersebut menggunakan sistem klasikal  dengan metode modern tetapi juga melaksanakan kegiatan ala pesantren dengan menggunakan metode sorrogan, wetonan dan sebagainya, di samping sekolah tersebut menggunakan fasilitas ala pesantren seperti memiliki rumah kiyai, asrama penginapan, masjid dan sebagainya.

C.    Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Madrasah adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang memberikan porsi pendidikan Islam dan ilmu-ilmu umum secara berimbang, proses pendidikan dilaksanakan secara klasikal. Selanjutnya keberadaan madrasah di Indonesia sepenuh telah diakui serta menjadi bagian Lembaga Pendidikan Nasional yang pengelolaanya berada di bawah Kementrian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI). Perkembangan Madrasah di dunia Islam telah ada semenjak zaman Dinasti Abbasiyah di Bagdad, kemudian berkembang di dunia Islam lainnya termasuk di Indonesia.
Perkembangan Madrasah di Indonesia dibawa oleh para pelajar yang pulang dari Timur Tengah, dengan pengalaman belajar di sana setelah kembali ke tanah air mereka terinspirasi mendirikan lembaga pendidikan yang sama untuk memberikan pendidikan yang lebih modern. Di samping itu Madrasah berdiri di Indonesia sebagai respon spontan orang-orang terpelajar Indonesia terhadap pendidikan Belanda yang hanya memberikan kesempatan pendidikan yang berkualitas kepada bangsa Belanda serta anak-anak kaki tangan Belanda saja. 
Sistem pendidikan Madrasah sepenuhnya mengikuti pola sekolah Belanda yang memakai sistem klasikal, namun kemudian diberikan sebuah ciri khas pendidikan Islam dengan memasukan pengajaran ilmu-ilmu keagamaan di dalamnya.
Madrasah sebagaimana Pesantren sangat terkenal sebagai pendidikan khas Jawa, sedangkan Madrasah pada konteks lahirnya lebih khas Ranah Minang Kabau Sumatera Barat. Lembaga pendidikan Madrasah seperti cendawan tumbuh di musim hujan di Sumatera Barat, seperti di Padang Panjang, Bukit Tinggi, Sungayang Batu Sangkar dan sebagainya. Akan tetapi Madrasah telah pula didirikan di Yogyakarta oleh KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari di Jawa Timur. Kemudian tokoh pendiri Madrasah lainnya seperti; Syaikh Thaib Umar Zainuddin Labai El Yunusy Syaikh Abbas, Syaikh Abdul Karim Amrullah, dan Rangkayo Rahmah El Yunusiah.
Fasilitas dan metode pendidikan yang digunakan di Madrasah tidak jauh berbeda dengan sekolah belanda yang memiliki gedung belajar, tempat ibadah seperti mushalla atau masjid, sistem pembelajaran di madrasah dilakukan secara klasikal. Sedangkan metode pembelajaran menggunakan metode modern seperti; diskusi, Tanya jawab, seminar, demonstrasi, role playing dan sebagainnya.
 

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, Pondok Pesantren dan Madrah Diniyah, Jakarta: Depag RI,  2003

Mastuki, M.Ishom el-Saha (Ed), Intelektual Pesantren, Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Pertumbuhan Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2003

Nata, Abuddin, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan institusi pendidikannya, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012

Nizar, Samsul, sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007

Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2012

Subhan, Arief, Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 Pergumulan Modernisasi dan Identitas, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012


[1] Abuddin Nata, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan institusi pendidikannya, ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), h. 298
[2] Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, Pondok Pesantren dan Madrah Diniyah, (Jakarta: Depag RI,  2003), h. 21-22
[3]Abuddin Nata, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan institusi pendidikannya, Op.Cit, h. 298
[4] Mastuki, M.Ishom el-Saha (Ed), Intelektual Pesantren, Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Pertumbuhan Pesantren, ( Jakarta: Diva Pustaka, 2003), Seri I, h. 3-4
[5] Ibid,h.4
[6] Ibid,h. 11-12
[7] Abuddin Nata, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan institusi pendidikannya, Op.Cit, h. 299
[8] Ibid
[9] Samsul Nizar, sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 292-293
[10] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), h. 347
[11] Ibid
[12] Ibid,h.351
[13] Samsul Nizar, sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Op.Cit, h. 292
[14] Ibid
[15] Ibid
[16] Ibid
[17] Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 Pergumulan Modernisasi dan Identitas, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012) h. 144
[18] Samsul Nizar, sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Op.Cit, h. 293
[19] Ibid
[20] Ibid
[21] Ibid

No comments: