Biografi Mama K.H Moch Chaedar Zuhri
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Kiai
merupakan sosok penuh sumber inspirasi. Kiai bak lautan samudera pengetahuan
yang tak akan habis meski dikuras setiap hari. Karena itu, sayang jika
disia-siakan begitu saja. Menjadi seorang santri adalah masa-masa dimana
“tradisi santri kelana” sedang masyhur.
Para santri era itu, memiliki kesadaran yang
tinggi tentang pentingnya berguru kepada banyak Kiai. Bagi mereka setiap Kiai
senantiasa memiliki penguasaan keilmuan yang berbeda. Ada seorang Kiai yang ‘alim
pada ranah tertentu tapi dalam ranah yang lain tidak begitu menguasai.
Misalnya, ada Kiai yang menguasai Fiqih saja, sementara di Hadits dia lemah.
Maka, ketika santri ingin memperdalam Hadits, tentulah ia harus mencari guru
yang ‘alim di masalah Hadits. Begitu seterusnya tak hanya itu, ada
pondok-pondok tertentu yang menonjolkan Tasawuf, ada pondok olah Kanuragan, ada
pula yang menonjolkan keterampilan-keterampilan.
Dengan kondisi semacam
ini, maka seorang santri yang ingin mengggapai kesempurnaan ilmu
pengetahuannya, hendaklah ia menyambangi Kiai-kiai yang berbeda-beda itu. Inilah
yang biasa disebut sebagai Santri Kelana. Berpindah dari satu Kiai ke Kiai yang
lain atau berpindah dari pondok satu ke pondok yang lain. Para santri
menganggap bahwa ketika ia berguru ke banyak Kiai maka akan berefek positif
pada ilmu yang dimilikinya. Dan secara langsung, akan semakin banyak keberkahan
yang diterima santri. Berkah adalah ziyadath al-khair. Maksudnya,
bertambah kebajikannya dan berkurang keburukannya.
Seorang Kiai
dalam keyakinan pesantren adalah tokoh-tokoh yang mempunyai kelebihan (linuwih)
yang dekat dengan Allah Swt. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa
melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Mereka adalah orang-orang
yang senantiasa berbuat kebajikan. Ibarat orang yang berdekatan dengan penjual
minyak, ia akan memperoleh bau wanginya. Maka, orang yang berdekatan dengan
para Kiai akan tertular semangat ‘ubudiyyah dan kesalehannya. Semakin
banyak mereka dekat dengan para Kiai, semakin baik pula untuknya. Inilah makna
dari keberkahan yang senantiasa diburu oleh para santri. Sebagaimana
santri pada umumya, Mama KH. Moch. Chaedar
Zuhri juga memiliki keinginan untuk melanglang buana, berguru kepada Kiai-Kiai
yang berbeda.[1]
Akhir-akhir ini, tidak
sedikit masyarakat, para santri bahkan alumni-alumni Nurul Falah yang tidak mengetahui
sejarah hidup Mama KH. Moch Chaedar Zuhri. Karena kurangnya informasi mengenai
sejarah hidup beliau dan belum adanya seseorang yang meneliti tentang perjalanan
hidup beliau.
Dari latar belakang
diatas, kami tertarik untuk mengkaji atau menganalisis sebuah karya tulis yang
berjudul “Biografi Mama KH. Moch.
Chaedar Zuhri” agar semua masyarakat khususnya para santri dan alumni
mengetahui sejarah hidup beliau lebih mendalam serta mencontoh semua akhlak dan
pribadi Mama KH. Moch Chaedar Zuhri dan mempraktekkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
B.
Perumusan
Masalah
Ada
beberapa para ahli mendefinisikan tentang rumusan masalah , diantaranya :
Menurut
Pariata Westra, bahwa suatu masalah yang terjadi apabila
seseorang berusaha mencoba suatu tujuan atau percobaannya yang pertama untuk
mencapai tujuan itu hingga berhasil.
Menurut Sutrisno Hadi, masalah adalah kejadian yang menimbulkan pertanyaan kenapa dan kenapa.
Rumusan
Masalah atau research questions atau disebut juga sebagai research
problem, diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu
fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam
kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait diantara fenomena yang satu
dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.
Rumusan
Masalah ini pada hakekatnya adalah deskriptif tentang ruang lingkup masalah,
pembatasan dimensi dan analisis variabel yang tercakup di dalamnya. Dengan
demikian rumusan masalah tersebut sekaligus menunjukkan fokus pengamatan di
dalam proses penelitian nantinya.[2]
Dari
uraian di atas
terdapat beberapa masalah yang dapat dikaji dan diteliti, yaitu :
1 1. Bagaimana
riwayat hidup dan pendidikan Mama KH. Moch Chaedar Zuhri selama masa hidupnya?
2 2. Bagaimanakah
akhlak dan pribadi Mama KH. Moch Chaedar Zuhri selama masa hidupnya?
3 3.. Kapan
akhir hayat Mama KH. Moch Chaedar Zuhri?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisan ini biasanya berisi jawaban dari pertanyaan atau permasalahan yang
telah diungkapkan pada bagian rumusan masalah. Tugas akhir ini akan mengacu
dari tujuan penulisan ini.[3]
1 1. Untuk
mengetahui tentang riwayat hidup dan pendidikan Mama KH. Moch Chaedar Zuhri
selama masa hidupnya
2 2. Untuk
mengetahui tentang akhlak dan pribadi Mama KH. Moch Chadar Zuhri
3 3. Untuk
mengetahui tentang akhir hayat Mama KH. Moch Chaedar Zuhri
D. Sistematika Penulisan
Sistematika
penulisan atau dapat juga disebut out-line. Sistematika penulisan
merupakan urutan penulisan naskah karya tulis yang disusun secara logis dari
permulaan sampai akhir.
Sistematika
penulisan ilmiah sebenarnya tidak harus seragam karena tergantung kepada
kebutuhan dan selera namun untuk memberi kemudahan kepada para siswa sebagai
penulis pemula, maka ditentukan sistematika seperti di bawah ini.[4]
Pemilihan sistematika ini
dilakukan berdasarkan pertimbangan kemudahan, efektifitas dan efesiensi.
BAB I : Pendahuluan,
menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan
dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Kajian Teori,
menguraikan tentang Definisi Biografi dan Kiai, Faktor yang Menyebabkan
Seseorang Menjadi Kiai, Tipe Kiai, dan Peran Kiai dalam Pesantren.
BAB III : Pembahasan, menguraikan tentang Riwayat Hidup
dan Pendidikan Mama KH. Moch Chaedar Zuhri, Akhlak dan Pribadi Mama KH. Moch
Chaedar Zuhri, Pola Pemikiran Mama KH. Moch Chaedar Zuhri, Keteladanan Mama KH.
Moch Chaedar Zuhri dan Akhir Hayat Mama KH. Moch Cheadar Zuhri.
BAB IV : Penutup, menguraikan tentang
Kesimpulan dan Saran
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Definisi Biografi dan Kiai
Biografi berasal dari bahasa
Yunani, yaitu bios yang berarti hidup
dan graphien yang berarti tulis.[1]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, biografi berarti riwayat hidup seseorang
yang ditulis oleh orang lain. Dalam biografi dijelaskan secara lengkap
kehidupan tokoh sejak kanak-kanak sampai tua, bahkan hingga tokoh tersebut
meninggal, karya dan segala aspek yang dilakukan atau dihasilkan tokoh juga
dijelaskan.
Teks biografi terdiri atas
struktur-struktur utama, yaitu :
1. Orientasi/PengenalanTokoh
Orientasi
berisi gambaran awal tentang tokoh atau pelaku didalam teks biografi. Orientasi
memberikan pengenalan tokoh secara umum, seperti nama lengkap, tempat tanggal
lahir, latar belakang keluarga dan riwayat pendidikan.
a. Peristiwa dan Masalah
Dalam bagian ini berisi
penjelasan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi atau pernah dialami oleh
tokoh, termasuk masalah yang dihadapinya dalam mencapai tujuan dan
cita-citanya. Bagian ini mencakup aspek
menarik, mengesankan, mengagumkan, dan mengharukan yang dialami tokoh.
b. Reorientasi
Bagian ini berisi pandangan
penulis terhadap tokoh yang di ceritakan. Reorientasi boleh ada dan boleh tidak
ada dalam teks biografi.[2]
Menurut pendapat Abdul Qodim,
kata Kiai itu diambil dari bahasa Persia (Irak), yaitu dari kata kia yang
berarti senang melakukan perjalanan atau disebut juga orang terpandang. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa Kiai itu orang yang terpandang dalam arti disegani.
Sedangkan senang jalan-jalan itu berarti berdakwah.[3]
Menurut KH. Mustofa Bisri
(Gus Mus) mempunyai definisi gelar “kiyai”. Menurut versi beliau, yakni
ALLADZIINA YANDZURUUNAL UMMAH BI ‘AYNUR ROHMAH. Mereka yang memperhatikan umat dengan pandangan rahmat (kasih sayang).
Ungkapan Gus Mus ini sesuai dengan
asal mula kata “Kiai” berupa kata “ki” dan “yai”. Dalam kebudayaan kita, setiap
hal yang memiliki kelebihan dalam sisi spiritual bisa digelari “ki-yai” atau “Kiai”
tidak hanya sosok manusia, bahkan benda anorganik pun bisa.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah Kiai memiliki pengertian
yang plural. Kata Kiai mempunyai banyak arti antara lain :
1. Sebutan
bagi alim ulama (cerdik pandai dalam agama Islam)
2. Sebutan
bagi guru ilmu ghaib (dukun dan sebagainya)
3. Kepala
distrik (di Kalimantan Selatan)
4. Sebutan
yang mengawali nama benda yang dianggap bertuah (senjata, gamelan, dan
sebagainya)
5. Sebutan
samaran untuk harimau (jika orang melewati hutan)
Menurut
asal usulnya, perkataan Kiai dengan bahasa Jawa dipakai untuk 3 (tiga) jenis
gelar yang saling berbeda :
1. Sebutan gelar penghormatan bagi barang-barang
yang dianggap keramat. Umpamanya Kiai Garuda karena
dipakai untuk sebutan kereta emas yang ada di Keraton Yogyakarta.
2. Gelar
kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
3. Gelar
yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki
atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab.[4]
B. Faktor
yang Menyebabkan Seseorang Menjadi Kiai
Menurut Abu Bakar Aceh, ada empat faktor yang
menyebabkan seseorang menjadi Kiai besar, yaitu :
1. Pengetahuannya
2. Kesalehannya
3. Keturunannya
4. Jumlah murid atau santrinya[5]
Vrendenbregt
(dalam Steebrink, 1994:110) bahwa untuk menjadi Kiai itu adalah :
1. Keturunan
2. Pengetahuan agama
3. Jumlah muridnya
4. Cara dia mengabdikan diri kepada Masyarakat
Menurut Horikoshi (dalam
Tafsir, 2010 : 194) kekuatan Kiai atau ulama itu berakar pada :
1. Kredibilitas moral
2. Kemampuan mempertahankan pranata sosial yang
diinginkan[6]
”Kiai merupakan figur
sentral, otoritatif dan pusat seluruh kebijakaan dan perubahan. Hal ini erat
hubungannya dengan dua faktor. Pertama : Kepemimpinan yang tersentralisasi pada
individu yang bersandar pada karisma serta hubungan yang bersifat peternalistis
kebanyakan pesantren masih menganut sebamono, mono manajemen dan mono
administrasi sehingga tidak ada delegasi kewenangan ke unit-unit kerja yang ada
dalam organisasi. Kedua, kepemimpinan bersifat individu otoritas ini sebagai
Pendiri dan Pengasuh Pesantren sangat besar dan tidak bisa diganggu gugat. Faktor
nasab juga kuat sehingga Kiai bisa mewariskan kepemimpinan pesantren kepada
anaknya”.(Masyhud, 2003 : 15)
Mudjahirin Tohir
mendefinisikan entitas seorang Kiai dengan memasang tiga parameter mendasar.
Ada tiga elemen penting yang menentukan seseorang dapat disebut Kiai atau tidak
: Pertama, penguasaan dan pemahaman keagamaan yang
relatif lebih tinggi dan lebih baik dibandingkan pengetahuan masyarakat
dilingkungannya. Kedua, dengan pemahaman yang baik akan melahirkan sikap atau
mentalitas yang baik bagi dirinya, tepatnya tercermin dalam visi geraknya. Jadi jika
seseorang belum mampu memegang komitmen pada ajaran amar makruf nahi munkar,
maka layak untuk diragukan kekiaiannya. Ketiga dengan visi
dan sikap tadi bisa memberikan pengaruh berupa keteladanan, komitmen serta
konsistensi terhadap perilakunya sendiri.[7]
C. Tipe Kiai
Adanya tipe-tipe Kiai yang dapat membedakannya
antara Kiai satu dengan Kiai lainnya sebagai pemimpin dalam mengembangkan
pendidikan pondok pesantren.
1. Kiai Spiritual
Kiai
spiritual adalah pengasuh pondok pesantren yang lebih menekankan pada upaya
mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa lewat amalan dan ibadah tertentu.
Dalam hal ini, Kiai banyak mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan seperti
melakukan thariqah Naqsabandiyah, Wahidiyah, Muhammadiyah dan lain-lain.
2. Kiai Advokatif
Kiai
advokatif adalah pengasuh pondok pesantren yang selain aktif mengajar pada santri dan jama’ahnya juga memperhatikan
persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat dan senantiasa mencari jalan
keluarnya. Kiai ini tidak hanya mengajarkan teori saja akan tetapi beliau juga
ikut menerapkan teori tersebut dalam dunia nyata.
3. Kiai Politik
Kiai politik adalah pengasuh pondok pesantren yang senantiasa peduli kepada
organisasi politik dan kekuasaannya. Kiai ini tanggung jawabnya tidak hanya
dalam pesantren saja akan tetapi beliau juga aktif dalam kegiatan berorganisasi
diluar pondok pesantren terutama dalam dunia perpolitikan.[8]
D.
Peran Kiai dalam Pesantren
Eksistensi seorang Kiai dalam
sebuah pesantren menempati posisi yang sentral. Kiai merupakan titik
pusat bagi pergerakan sebuah pesantren. Kiai merupakan sumber inspirasi dan
sumber pengetahuan bagi santrinya secara absolut. Seringkali dalam sebuah
pesantren, Kiai adalah perintis, pengelola, pemimpin, pengasuh, bahkan sebagai
pemilik tunggal, sehingga kepemimpinan seorang Kiai terlihat otoriter.
Terbentur dengan kepemimpinan seorang Kiai, orang-orang diluar pesantren akan
sulit sekali menembus dunia pesantren.
Kiai bebas menentukan format
pesantrennya, sesuai dengan format yang diinginkannya, tanpa campur tangan
siapapun. Meski format itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh gaya dan
kemampuan Kiai tersebut. Hal itulah yang akhirnya menentukan ciri khas dari sebuah
pesantren.
Bagi seorang santri, peran Kiai
yang paling besar adalah sebagai guru dan teladan bagi santrinya. Seorang Kiai
adalah tokoh ideal bagi komunitas santri. Seluruh waktu Kiai habis untuk
mengajar santrinya. Seorang Kiai juga menjadi model santrinya, sehingga seorang
Kiai harus menjaga citranya, jangan sampai melakukan perbuatan yang melanggar
syari’at Islam.
Dalam pandangan Tolhah Hasan,
peranan Kiai dipandang secara sosiologis. Peranan Kiai adalah sebagai pemimpin.
Kepemimpinan Kiai meliputi empat dimensi, yaitu :
1. Kepemimpinan ilmiah, dimana seorang Kiai
dipandang mempunyai kecerdasan dan pengetahuan diatas rata-rata masyarakat pada
umumnya.
2. Kepemimpinan spiritual, seorang Kiai membimbing
masyarakat dan santri melalui tasawuf dan tarekat.
3. Kepemimpinan sosial, seorang Kiai menjadi tokoh
masyarakat.
4. Kepemimpinan administratif,
dimana seorang Kiai memimpin sebuah instansi seperti pesantren dan organisasi
yang lain.[9]
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Riwayat Hidup dan Masa
Pendidikan Mama K.H Moch Chaedar Zuhri
KH. Moch Chaedar Zuhri lahir di Petir, 12 April
1923 putera kedua dari lima bersaudara. Ayah beliau bernama KH. Moch. Emed
Zuhri bin Amin dan Ibundanya bernama Ratu
Mahdiyah. Beliau berasal dari keluarga sederhana
namun terpandang, keluarga Kiai, pejuang, harmonis, selalu memberikan
pengayoman kepada keluarga, masyarakat dan terkenal dengan kebaikannya,
sehingga perilakunya menjadi panutan masyarakat sekitar.
Edang adalah nama kecil beliau. Diberi nama
Moch Chaedar Zuhri karena mempunyai arti tersendiri, yaitu Chaedar
artinya singa (melambangkan berani dan kuat) dan Zuhri artinya bunga.
Makna dari nama beliau adalah berani memberantas kemungkaran dan menyampaikan
yang hak tentang agama.[1]
KH. Moch Emed Zuhri adalah sosok pejuang yang
religius membela agama Islam pada masa penjajahan sehingga oleh Tentara Belanda
beliau diasingkan ke Digul, Papua. Beliau seorang Pengasuh Pondok Pesantren
Nurul Falah di Cigodeg, Petir. Jadi, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Sehingga KH. Moch Chaedar Zuhri menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Falah
di Kaungcaang.
Sebelum Ayahandanya dibawa oleh Tentara Belanda
ke Digul, beliau menitipkan KH. Moch Chaedar Zuhri kepada salah satu santrinya
yaitu KH. Azhari berasal dari Desa Cimeong, Baros.[2] Dengan
alasan karena KH. Azhari adalah salah satu santri yang paling dekat dengan Ayahanda
KH. Moch Chaedar Zuhri, sehingga kebaikan KH. Azhari tidak diragukan lagi.[3]
Di dalam kehidupan manusia, masa
kanak-kanak atau masa kecil dianggap sebagai masa bermain atau bersenang-senang
sehingga pendidikan yang diberikan pada anak usia tersebut biasanya dilakukan
sekadarnya. Artinya, pendidikan tersebut dilakukan tergantung pada keinginan si
anak karena jika dipaksakan mereka mudah marah atau menangis.
Para tokoh pendidikan modern menyatakan bahwa
pendidikan masa anak-anak adalah penting dilakukan dengan slogannya “bermain
sambil belajar”. Ini digunakan untuk lebih
mencerdaskan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Asumsinya,
pendidikan modern tidak lagi berpedoman pada bakat alami atau tidak, akan
tetapi menciptakan atau memunculkan bakat yang terpendam pada diri sang anak.[4]
Namun, hal berbeda terjadi pada KH. Moch Chaedar Zuhri. Sejak anak-anak,
bakat kepemimpinannya sudah tampak. Ketika beliau duduk di bangku Sekolah
Rakyat (sekarang Sekolah dasar), beliau pernah tidak dinaikkan kelas. Suatu
hari, Ibu Gurunya datang menemui Ibunda beliau dan Ibu Guru tersebut mengatakan
bahwa Chaedar adalah anak yang pemberani, sehingga ia tidak dinaikkan ke kelas
selanjutnya lantaran tidak ada seorang pun yang berani memimpin kelas tersebut.
Dan hanya Chaedar lah yang pintar memimpin kelas tersebut diantara teman-teman
yang lainnya.[5]
Perilaku yang telah tertanam sejak kecil ini
tetap bertahan sampai akhir hayatnya. Hal itu menjadikan beliau layak menjadi
pemimpin yang kharismatik, dengan
keadilannya menyampaikan yang hak tentang agama dan sikap anti-kekerasan dalam
mengubah kejahatan menjadi kebaikan.
Di dalam bidang pendidikan, KH. Moch Chaedar Zuhri
terkenal memiliki keinginan yang kuat untuk mendapatkan ilmu seluas-luasnya dan
sebanyak-banyaknya. Beliau tidak gampang puas dengan ilmu yang sudah didapatnya
dan berpindah-pindah dari guru satu ke guru lain.[6]
Sejak usia tiga tahun, KH. Moch Chaedar Zuhri
Sekolah Rakyat (sekarang Sekolah Dasar) di Cigodeg, Petir. Setelah lulus SR,
beliau melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Jamiatul Khairiyah, Tanah
Abang. Pada masa itu, Pengasuh Pondok Pesantren tersebut adalah KH. Mansur
(Kakek dari Ustadz Yusuf Mansur).
Selanjutnya, KH. Moch Chaedar Zuhri melanjutkan
ke Pondok Pesantren Riyadul Awwalin di Cangkudu, Baros selama tiga tahun
lamanya. Kemudian, beliau melanjutkan di Cilaku (Cianjur), dibawah
asuhan KH. Momo selama tiga tahun.[7]
Setelah mondok dari Cilaku (Cianjur), KH. Moch Chaedar Zuhri pulang ke Cimeong, karena
anak seorang Kiai, banyak wanita yang berminat ingin menjadi pendamping hidup
beliau. Akhirnya, KH. Moch Emed Zuhri dan KH. Azhari berencana untuk
menjodohkan beliau dengan puteri pertama dari KH. Azhari yang bernama Hamdanah
binti Arca Wati. Tepat pada hari Jum’at, 10 Maret 1941 KH. Moch Chaedar Zuhri
dan Hamdanah menikah dengan perbedaan usia yang cukup jauh. Pada waktu itu, KH.
Moch Chaedar Zuhri berusia 18 tahun dan istrinya berusia 9 tahun.[8]
Setelah menikah, beliau kembali mencari ilmu di
Plered (Purwakarta), dibawah asuhan Mama KH. Bakrie.
Beliau bersama Hamdanah, KH. Azhari, Arca Wati, Sayuti, Dimyati dan Maemanah
ngeli (pindah sementara) pada tahun 1949. Karena suasana di Cimeong dalam
keadaan tidak nyaman.[9]
Mama KH. Moch Chaedar Zuhri tidak pernah aktif di partai politik. Hanya,
beliau oleh partai politik dijadikan tokoh yang dituakan di Partai Persatuan
Pembangunan dan Partai Masyumi. Karena beliau, orang yang dianggap oleh partai
politik tersebut sebagai tokoh yang sangat berpengaruh dan dekat dengan rakyat.
Sehingga bisa menggerakkan masyarakat untuk mendukung partai politik tersebut.
Dalam karier pekerjaan, beliau seorang Pegawai
Negeri Sipil Departemen Penerangan Agama di Baros. Namun
beliau, mengajukan pensiun muda dengan alasan beliau ingin lebih fokus mengurus
Pondok Pesantren dan Madrasah. Alhamdulillah Mama berhasil lebih fokus mengurus
dan mengembangkan pondok, santrinya pun berasal dari berbagai daerah.[10]
Atas keberhasilan tersebut beliau mendapat
julukan “Mama” dari masyarakat sebagai penghormatan atas dedikasinya pada
pondok dan masyarakat, secara otomatis gelar Kiai pun melekat pada Mama KH. Moch Chaedar Zuhri atas keberhasilannya di
bidang ilmu agama.[11]
B.
Akhlak dan Pribadi Mama KH.
Moch Chaedar Zuhri
1. Akhlak dan Pribadi Mama terhadap Keluarga
Menurut Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz, akhlak Mama
terhadap keluarga cukup hati-hati dengan para puteranya, sangat dekat dalam
arti tanggung jawab dan perhatian terhadap anak-anaknya. Ketika ada masalah
dengan keluarga Mama sangat berhati-hati dalam menangani permasalahannya.[12]
Menurut Ibu Mujayanah, Mama merupakan sosok
sangat baik, rendah hati, sangat memperhatikan anak-anaknya, adil, tidak
menyebelahpihakkan, dan bersikap lembut. [13]
Menurut Bapak Drs. Muzayan, M.Ag kasih sayang Mama kepada
anak-anaknya sangat besar, Mama tidak pernah
membeda-bedakan anaknya dan sangat menyayangi cucu-cucunya.[14]
2. Akhlak dan Pribadi Mama terhadap Santri
Mama adalah seorang Kiai yang sangat dekat
dengan para santrinya, bertanggung jawab, tegas, perhatian, selalu memberi
nasihat kepada santrinya. Menurut Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz mempunyai satu
santri jangan sampai diabaikan. Satu itu bisa menjadi sepuluh, sepuluh itu bisa
jadi seratus.[15]
3. Akhlak dan Pribadi Mama terhadap Masyarakat
Selain dekat dengan keluarga dan santrinya Mama
juga sangat dekat dengan masyarakat, bertanggung jawab, tegas dan sangat
memperhatikan masyarakat. Kebiasaan Mama selepas sholat jum’at sering berkeliling
ke rumah-rumah masyarakat tujuannya pendekatan dengan masyarakat serta sambil
berdakwah.[16]
C.
Pola Pemikiran Mama KH. Moch
Chaedar Zuhri
Dari sisi pemikiran perkembangan masa depan
adalah langkah yang selalu beliau tempuh. Butir-butir program yang selalu di munculkan
bersifat futuristik, up to date dan beberapa langkah lebih maju dari pemikiran-pemikiran
sebelumnya.
Tidak bosan-bosannya beliau selalu berbicara
tentang kemajemukan ataupun tentang gejolak tendensi relativitas iman
(bagaimana menempatkan agama di posisi semestinya).
Kepedulian beliau mengenai dunia lembaga
pendidikan dan pesantren, tak diragukan lagi. Beliau lebih mengedepankan kepada
pendidikan, Mama punya pemikiran jauh kedepan walaupun beliau seorang Kiai tapi
beliau ingin mendidik anak-anaknya agar mempunyai
pendidikan formal dan non formal supaya bisa bergaul.
Mama KH. Moch Chaedar Zuhri dikenal bukan hanya
perintis lembaga pendidikan, kita juga bisa melihat beliau sebagai Pengurus Pondok
Pesantren. Ini adalah salah satu bukti bahwa Mama tidak sekedar sebagai aktivis
sosial, tapi lebih dari itu sebagai pengayom para santrinya. Mungkin sebagian
orang ada yang melihatnya bahwa aktivitas beliau adalah kerja-kerja yang tidak
mendatangkan materi. Namun bagi beliau, materi adalah bukan satu-satunya yang
dituju di dunia ini. Beliau tetap konsisten dalam mengelola
Pondok Pesantren dan lembaga kemasyarakatan.
Ada beberapa pemikiran dari Mama KH. Moch
Chaedar Zuhri yang perlu dan harus dilanjutkan estafetnya. Pertama, beliau
mempunyai kelebihan dalam menggabungkan ilmu agama dengan ilmu umum
(integralistik) baik itu berwujud pesantren maupun
lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Kedua, yang penting dari beliau adalah
sangat hati-hati dan tidak gegabah dalam memutuskan sesuatu.
Ketika harus diposisikan
mengenai peta wacana pemikiran beliau. Pada dasarnya, kuncinya adalah dakwah. Diarea
inilah pemikiran beliau bersemayam. Selangkah lebih maju, bagaimana beliau
menempatkan Islam, tidak hanya sesuai dengan zaman, tetapi baginya Islam harus
mendahului zaman. Kalaupun perlu, harus ada akselerasi-akselerasi yang
dikerjakan. Beliau ingin sekali menjadikan pesantren sebagai lembaga yang memiliki
jati diri yang kuat, tetapi tidak ketinggalan zaman.[17]
D.
Keteladanan Mama KH. Moch
Chaedar Zuhri
Mama KH.
Moch Chaedar Zuhri adalah sosok Kiai kharismatik yang luar biasa dan penuh
tanggung jawab. Berkat karya dan jasa beliau terhadap masyarakat umum tetap terkenang
serta manfaatnya masih bisa kita rasakan sampai saat ini. Salah satunya membaca
dan mempelajari kitab-kitab klasik karangan Syekh Nawawi kemudian disampaikan
kembali kepada santri dan masyarakat. Selain itu, beliau juga mempunyai cita-cita
tinggi ingin mendirikan Pondok Pesantren.[18]
Pertama
kali, Mama mendirikan Pondok Pesantren di Cimeong pada tahun 1942. Pada waktu
itu Pondok Pesantren tersebut belum memiliki nama, bahkan santri pertamanya
adalah H. Karsa (Alm) dan H. Suriya (Alm). Lambat laun setelah berdirinya Pondok
Pesantren di Cimeong, Mama pindah tempat ke Kaungcaang atas permintaan dari
masyarakat Kaungcaang sendiri, yaitu H. Ahyar (Alm), H.
Acuk (Alm), H. Anggawi (Alm) dan Ki
Jasira (Alm). Karena, pada waktu itu keadaan Kaungcaang
sebelum ada Mama masyarakat sekitar masih dalam keadaan gelap gulita dan belum
mengenal ibadah. Akhirnya masyarakat meminta mama untuk pindah agar di
Kaungcaang ada sosok pencerah yang memberikan pengajaran dan pengembangan agama
kepada masyarakat sekitar. Setelah tinggal di Kaungcaang, Mama mendirikan Pondok
Pesantren menempati tanah H. Acuk (Alm).
Bangunan Pondok Pesantren tersebut sangat sederhana terbuat dari bambu dan
terdiri dari tiga kobong. Pada waktu itu, letaknya dekat MA (sekarang). Tempat yang strategis tidak mengurangi rasa
semangat belajar para santri begitu pun Mama tak kenal lelah dalam
mendidik dan membimbing para santri. Sistem pengajaran yang diberikan Mama
kepada para santrinya lebih mengutamakan ilmu alat (kitab).
Setelah
pendirian Pondok Pesantren, Mama beserta teman sejawatnya mendirikan Madrasah
Diniyah Awaliyah (MDA) pada tahun 1952. Pertama kali pendirian Madrasah Diniyah
Awaliyah di Taman Sari letaknya dekat dengan rumah KH. Badru putera dari H.
Anggowi.
Pendirian
Madrasah Diniyah Awaliyah dilatarbelakangi oleh beberapa hal, antara lain :
1. Madrasah Diniyah Awaliyah dibuka untuk
masyarakat sekitar agar masyarakat bisa mengenal tulis menulis arab.
2. Agar
masyarakat sekitar dapat mengenyam pendidikan agama baik laki-laki maupun
perempuan
3. Kemudian
setelah pendirian Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Awaliyah, Mama
mendirikan Madrasah Tsanawiyah pada tahun 1986 atas permintaan masyarakat
setempat. Mama ingin agar masyarakat sekitar selain mengenyam pendidikan non
formal juga bisa mengenyam pendidikan formalnya serta disamping mempelajari
ilmu agama masyarakat juga mempelajari ilmu pengetahuan umum.
Berdirinya
Madrasah Tsanawiyah Nurul Falah (1986) dan Madrasah Aliyah Nurul Falah (1988) diawali
dengan silaturahmi para guru, ustadz, dan santri ke berbagai Pesantren salah
satunya Pondok Pesantren Darun Najah Ciampea (Bogor) dengan tujuan studi
perbandingan dalam rangka membuka dan mendirikan pendidikan formal.
Pendirian
Madrasah Tsanawiyah Nurul Falah dan Madrasah Aliyah Nurul Falah dilatarbelakangi
oleh beberapa hal antara lain:
1. Dunia pendidikan berputar, masyarakat
menginginkan tingkatan lanjut dari SD ke SLTP (Sekolah Lanjut Tingkat Pertama).
2. Kebutuhan khusus keluarga melayani masyarakat
dibutuhkan adanya setingkat lebih tinggi atau sederajat tingkatan sederhana.
3. Kebanyakan permintaan masyarakat yang
membutuhkan tingkatan pendidikan pertama.[19]
Dari
karya-karya Mama tersebut wajib dijadikan suri tauladan bagi kita semua,
seorang Kiai yang dekat dengan keluarga, santri, masyarakat yang tidak kenal
lelah berjung untuk mewujudkan masyarakat yang religius dan berpendidikan.
E.
Akhir Hayat Mama KH. Moch
Chaedar Zuhri
Pada
tahun 1999, Mama mulai sakit sampai dibawa ke Rumah Sakit Umum Serang dan dirawat
selama 17 (tujuh belas) hari serta di ICU selama 5 (lima) hari. Menurut dokter,
Mama mengidap penyakit serangan jantung.[20]
Beberapa
hari sebelum Mama menghembuskan nafas terakhir pada hari Senin, 1 Juni 2008 jam
10:00 WIB beliau memanggil Pak Baihaqi Aziz, Ibu Mujayanah, Bapak Ustadz Saju
serta cucu. Beliau berpesan kepada mereka : “barudak (santri) ulah
ditinggalkeun”.[21]
Ketika
detik-detik menjelang sakaratul maut beliau masih bisa berkomunikasi dengan
baik kendati kondisinya sudah kritis ingatannya masih baik, beliau masih hafal
kepada orang-orang yang ingin ditemuinya yaitu, H. Subandi dan H. Fachri
(putera pertama Mama) dan masih sempat bercanda dengan
santri-santri.
Pada hari Rabu, 3 Juni 2008 M/ 29 Jumadil Awal 1929 H Kota Pandeglang kehilangan salah satu putera terbaiknya yang telah banyak memberikan kontribusinya di bidang keagamaan, beliau menghembuskan nafas terakhir pada pukul 14:10 WIB meninggalkan seorang istri, tujuh anak, tujuh menantu, dan sembilan belas cucu.[22]
Pada hari Rabu, 3 Juni 2008 M/ 29 Jumadil Awal 1929 H Kota Pandeglang kehilangan salah satu putera terbaiknya yang telah banyak memberikan kontribusinya di bidang keagamaan, beliau menghembuskan nafas terakhir pada pukul 14:10 WIB meninggalkan seorang istri, tujuh anak, tujuh menantu, dan sembilan belas cucu.[22]
Terima kasih Mama, jasa dan karyamu serta
nasihat-nasihatmu tak akan pernah kami lupakan. Pribadimu akan senantiasa menjadi suri tauladan bagi
kita semua. Semoga Allah menempatkanmu ditempat yang terbaik. Amin Yaa Robbal ‘Alamiin.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
penulisan yang kami susun, maka dapat kami simpulkan sebagai berikut:
Faktor
yang menyebabkan seseorang diberi gelar Kiai :
1. Pengetahuannya
2. Kesalehannya
3. Keturunannya
4. Jumlah murid atau santrinya
Dari
tipe-tipe Kiai, Mama KH. Moch Chaedar Zuhri termasuk kedalam tipe Kiai
advokatif. Mama berasal dari keluarga sederhana namun terpandang,
keluarga Kiai, keluarga pejuang, harmonis, selalu memberikan pengayoman kepada
keluarga dan masyarakat dan terkenal dengan kebaikannya sehingga perilakunya
menjadi panutan masyarakat sekitar
Akhlak
dan pribadi Mama adalah seorang yang kharismatik, tidak pernah membedakan
siapapun dan memberikan nasihat-nasihat yang senantiasa diingat oleh keluarga,
santri, dan masyarakat
Ada
beberapa pemikiran dari Mama KH. Moch Chaedar Zuhri yang perlu dan harus
dilanjutkan estafetnya. Pertama, beliau mempunyai kelebihan dalam menggabungkan
ilmu agama dengan ilmu umum. Baik itu berwujud pesantren maupun lembaga-lembaga
pendidikan lainnya. Kedua, yang penting dari beliau adalah sangat hati-hati
dan tidak gegabah dalam memutuskan sesuatu.
Dari
karya-karya Mama KH. Moch Chaedar Zuhri tersebut wajib dijadikan suri tauladan
bagi kita semua, seorang Kiai yang dekat dengan keluarga, santri, maupun
masyarakat yang tidak kenal lelah berjuang untuk mewujudkan masyarakat yang
religius dan berpendidikan.
Pada
hari Rabu, 3 Juni 2008 M / 29 Jumadil Awal 1929 H Kota Pandeglang kehilangan
salah satu putera terbaiknya yang telah banyak memberikan kontribusinya di
bidang keagamaan. Beliau menghembuskan nafas terakhir pada pukul 14:10 WIB
meninggalkan seorang istri, tujuh anak, tujuh menantu, dan sembilan belas cucu.
B. Saran
1. Kita semua harus mencontoh dan mempraktekkan
segala perilaku, akhlak dan suri tauladan Mama KH. Moch. Chaedar Zuhri
dalam kehidupan sehari-hari.
2. Diwajibkan semua Alumni Nurul Falah untuk mengetahui
lebih mendalam tentang biografi Mama KH. Moch. Chedar Zuhri.
3. Melanjutkan estafet perjuangan Mama KH. Moch
Chaedar Zuhri baik dalam bidang agama maupun bidang pendidikan.
4. Penulis mengharapkan Karya Tulis ini dapat
dibukukan agar masyarakat khususnya alumni mengetahui dan memperoleh informasi
dengan jelas tentang sejarah hidup Mama KH. Moch. Chaedar Zuhri.
5. Semoga dengan adanya Karya Tulis ini dapat
menambah wawasan bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Hermawan, Asep. 2016. Buku Panduan Penulisan Karya Tulis Ilmiah
Madrasah Aliyah Nurul Falah
Kaungcaang. Pandeglang: MA Nurul Falah Kaungcaang
http://belalangmalang.blogspot.
(diakses terakhir Kamis, 18 Februari 2016 pukul 00:27 WIB
http://hafidzbbec.blogspot.
(diakses terakhir senin, 29 Februari 2016 pukul 23:05 WIB)
http://hakamabbas.blogspot.
(diakses terakhir Jum’at 4 Maret 2016 pukul 20:09 WIB)
http://karyatulisilmiah.com .
(diakses terakhir Senin, 29 Februari 2016 pukul 23:39 WIB)
http://katakatakita.com.
(diakses terakhir Jum’at, 8 April 2016 pukul 06:41 WIB)
http://makalahbarataan.pba.
Blogspot. (diakses terakhir Selasa, 1 Maret 2016 pukul 00:24 WIB)
http://www.anneahira.com.
(diakses terakhir Selasa, 1 Maret 2016 pukul 00:28 WIB)
http://Zanksantri.blogspot.
(diakses terakhir jum’at, 4 Maret 2016 pukul 17:57)
http;// hafidzbbec.blogspot.
(diakses terakhir Senin, Maret 2016 pukul 23:09 WIB)
https://taniaahmad.wordpres.com.
(diakses terakhir jum’at, 4 Maret 2016 pukul 17:37 WIB)
Rifai, Muhammad. 2010. KH. Hasyim Asy’ari Biografi Singkat
1871-1947.Jogjakarta: Garasi House of Book.
Umar, Nasaruddin. 2006. Kyai Multitalenta Sebuah Oase Spiritual KH.
M. Tholhah Hasan. Jakarta: PT. Lista Fariska Putra.
Wawancara Bapak Dimyati
Azhari. Selasa, 8 Maret 2016 pukul 17:50 WIB
Wawancara Bapak Drs. E.
Baihaqi Aziz. Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 16:26 WIB
Wawancara Bapak Drs. H. Memed
Rahmatullah. Minggu, 6 Maret 2016 pukul 10:39 WIB
Wawancara Bapak Drs. Muzayan,
M.Ag. Minggu, 20 Maret 2016 pukul 15:42
WIB dan Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:33 WIB
Wawancara Ibu Humaeroh.
Jum’at, 12 Februari pukul 15:15 WIB
Wawancara
Ibu Mujayanah. Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 16:28 WIB
[1]
Doc.Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama), Selasa, 29 Maret 2016. Pukul 21:33
WIB dan Bapak Drs. H. Memed Rahmatullah (Paman Mama). Minggu, 6 Maret 2016.
Pikul 10:39 WIB
[2]
Doc.Bapak Dimyati Azhari (Adik Ipar). Selasa, 8 Maret 2016 pukul 17:50 WIB
[3] Doc.Bapak
Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama). Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:33 WIB
[4]
Rifai, Muhammad. 2010. KH. Hasyim Asy’ari
Biografi Singkat 1871-1947. Jogjakarta: Garasi House of Book. Hal. 22.
[5]
Doc. Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (putra) Minggu, 29 Maret 2016 pukul 21:54 WIB
[6]Rifai,
Muhammad. 2010. KH. Hasyim Asy’ari
biografi singkat 1871-1947. Jogjakarta: Garasi House of Book. Hal. 23.
[7]
Doc.Bapak Dimyati Azhari (Adik Ipar) Jum’at, 8 Maret 2016 pukul 17:50 dan Ibu Humaeroh (Adik Kandung) Jum’at, 12
Februari 2016 pukul 15:15 WIB
[8]
Doc. Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama) Minggu, 20 Maret 2016 pukul 15:42
WIB
[9]
Doc. Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama) Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:54 WIB
[10]
Doc. Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama) Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:33 WIB
[11]
Doc. Ibu Mujayanah (Puteri Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 16:28 WIB
[12]
Doc. Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz (Menantu Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 15:48
WIB
[13]Doc.
Ibu Mujayanah (Puteri mama) Sabtu, 19 Maret 2916 pukul 16:28 WIB
[14]Doc.
Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (Putera mama) 20 Maret 2016 pukul 15:42 WIB
[15]
Doc. Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz (Menantu Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 15:48
WIB
[16] Doc.
Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz (Menantu Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 15:48 WIB
dan Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama) Minggu, 20 Maret 2016 pukul 15:42
WIB
[17]
Umar, Nasaruddin. 2006. Kyai Multitalenta
Sebuah Oase Spiritual KH. M. Tholhah Hasan. Jakarta: PT. Lista Fariska
Putra. Hal. 81-82 dan 340-341
[18]
Doc. Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (putera mama) Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:33
WIB
[19] Doc.
Bapak Drs. Muzayan, M.Ag, Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz, dan Bapak Drs. H. Memed
Rahmatullah
[20]
Doc. Ibu Mujayanah (Puteri Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 16:28 WIB
[21]
Doc. Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz (Menantu Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 15:49
WIB
[22]
Doc. Ibu Mujayanah (Puteri Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 16:28 WIB
[1] http://katakatakita.com. (diakses terakhir
Jum’at, 8 April 2016 Pukul 06:41 WIB
[2]
Setyaningsih, Ika dan Artati, Y. Budi, 2015. Detik-Detik Ujian Nasional Bahasa Indonesia Tahun Pelajaran 2015/2016
untuk SMP/MTs. Jawa Tengah: PT. Intan Pariwara.
[3] http://belalangmalang.blogspot. (diakses
terakhir Kamis, 18 Februari 2016 Pukul 00:27 WIB)
[4] http://hafidzbbec.blogspot. (diakses
terakhir Senin, 29 Februari 2016 Pukul 23:05 WIB)
[5] https://taniaahmad.wordpres.com.
(diakses terakhir Jum’at, 4 Maret 2016 Pukul 17:37 WIB)
[6] http://zanksantri.blogspot. (diakses
terakhir Jum’at 4 Maret 2016 Pukul 17:57 WIB)
[7]http://hakamabbas.blogspot. (diakses
terakhir Jum’at, 4 Maret 2016 Pukul 20:09 WIB)
[8]
http;//hafidzbbec.blogspot. (diakses terakhir Senin, Maret 2016 pukul 23:09 WIB)
[9] http://karyatulisilmiah.com. (diakses terakhir
Senin, 29 Februari 2016 pukul 23:39 WIB)
DAFTAR
PUSTAKA
Hermawan, Asep. 2016. Buku Panduan Penulisan Karya Tulis Ilmiah
Madrasah Aliyah Nurul Falah
Kaungcaang. Pandeglang: MA Nurul Falah Kaungcaang
http://belalangmalang.blogspot.
(diakses terakhir Kamis, 18 Februari 2016 pukul 00:27 WIB
http://hafidzbbec.blogspot. (diakses
terakhir senin, 29 Februari 2016 pukul 23:05 WIB)
http://hakamabbas.blogspot. (diakses
terakhir Jum’at 4 Maret 2016 pukul 20:09 WIB)
http://karyatulisilmiah.com .
(diakses terakhir Senin, 29 Februari 2016 pukul 23:39 WIB)
http://katakatakita.com. (diakses terakhir
Jum’at, 8 April 2016 pukul 06:41 WIB)
http://makalahbarataan.pba.
Blogspot. (diakses terakhir Selasa, 1 Maret 2016 pukul 00:24 WIB)
http://www.anneahira.com. (diakses terakhir
Selasa, 1 Maret 2016 pukul 00:28 WIB)
http://Zanksantri.blogspot. (diakses
terakhir jum’at, 4 Maret 2016 pukul 17:57)
http;// hafidzbbec.blogspot.
(diakses terakhir Senin, Maret 2016 pukul 23:09 WIB)
https://taniaahmad.wordpres.com.
(diakses terakhir jum’at, 4 Maret 2016 pukul 17:37 WIB)
Rifai, Muhammad. 2010. KH. Hasyim Asy’ari Biografi Singkat
1871-1947.Jogjakarta: Garasi House of Book.
Umar, Nasaruddin. 2006. Kyai Multitalenta Sebuah Oase Spiritual KH.
M. Tholhah Hasan. Jakarta: PT. Lista Fariska Putra.
Wawancara Bapak Dimyati
Azhari. Selasa, 8 Maret 2016 pukul 17:50 WIB
Wawancara Bapak Drs. E.
Baihaqi Aziz. Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 16:26 WIB
Wawancara Bapak Drs. H. Memed
Rahmatullah. Minggu, 6 Maret 2016 pukul 10:39 WIB
Wawancara Bapak Drs. Muzayan,
M.Ag. Minggu, 20 Maret 2016 pukul 15:42
WIB dan Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:33 WIB
Wawancara Ibu Humaeroh.
Jum’at, 12 Februari pukul 15:15 WIB
Wawancara Ibu Mujayanah.
Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 16:28 WIB
[1]Umar,
Nasaruddin. 2006. Kyai Multitalenta
Sebuah Oase Spiritual KH. M. Tholhah Hasan. Jakarta: PT. Lista Fariska
Putra. Hal. 81-82
[2] http://makalahbarataanpba.blogspot.
(diakses terakhir Selasa, 1 Maret 2016. Pukul 00:24 WIB)
[3] http://www.anneahira.com. (diakses terakhir
Selasa, 1 Maret 2016. Pukul 00:28 WIB)
[4]
Hermawan, Asep. 2016. Buku Panduan Karya
Tulis Ilmiah Madrasah Aliyah Nurul Falah Kaungcaang Pandeglang: MA Nurul
Falah Kaungcaang.
[5] http://katakatakita.com. (diakses terakhir
Jum’at, 8 April 2016 Pukul 06:41 WIB
[6]
Setyaningsih, Ika dan Artati, Y. Budi, 2015. Detik-Detik Ujian Nasional Bahasa Indonesia Tahun Pelajaran 2015/2016
untuk SMP/MTs. Jawa Tengah: PT. Intan Pariwara.
[7] http://belalangmalang.blogspot. (diakses
terakhir Kamis, 18 Februari 2016 Pukul 00:27 WIB)
[8] http://hafidzbbec.blogspot. (diakses
terakhir Senin, 29 Februari 2016 Pukul 23:05 WIB)
[9] https://taniaahmad.wordpres.com.
(diakses terakhir Jum’at, 4 Maret 2016 Pukul 17:37 WIB)
[10] http://zanksantri.blogspot. (diakses
terakhir Jum’at 4 Maret 2016 Pukul 17:57 WIB)
[11]http://hakamabbas.blogspot.
(diakses terakhir Jum’at, 4 Maret 2016 Pukul 20:09 WIB)
[12]
http;//hafidzbbec.blogspot. (diakses terakhir Senin, Maret 2016 pukul 23:09 WIB)
[13] http://karyatulisilmiah.com. (diakses terakhir
Senin, 29 Februari 2016 pukul 23:39 WIB)
[14]
Doc.Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama), Selasa, 29 Maret 2016. Pukul 21:33
WIB dan Bapak Drs. H. Memed Rahmatullah (Paman Mama). Minggu, 6 Maret 2016.
Pikul 10:39 WIB
[15]
Doc.Bapak Dimyati Azhari (Adik Ipar). Selasa, 8 Maret 2016 pukul 17:50 WIB
[16]
Doc.Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama). Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:33
WIB
[17]
Rifai, Muhammad. 2010. KH. Hasyim Asy’ari
Biografi Singkat 1871-1947. Jogjakarta: Garasi House of Book. Hal. 22.
[18]
Doc. Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (putra) Minggu, 29 Maret 2016 pukul 21:54 WIB
[19]Rifai,
Muhammad. 2010. KH. Hasyim Asy’ari
biografi singkat 1871-1947. Jogjakarta: Garasi House of Book. Hal. 23.
[20]
Doc.Bapak Dimyati Azhari (Adik Ipar) Jum’at, 8 Maret 2016 pukul 17:50 dan Ibu Humaeroh (Adik Kandung) Jum’at, 12
Februari 2016 pukul 15:15 WIB
[21]
Doc. Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama) Minggu, 20 Maret 2016 pukul 15:42
WIB
[22]
Doc. Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama) Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:54 WIB
[23]
Doc. Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama) Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:33 WIB
[24]
Doc. Ibu Mujayanah (Puteri Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 16:28 WIB
[25]
Doc. Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz (Menantu Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 15:48
WIB
[26]Doc.
Ibu Mujayanah (Puteri mama) Sabtu, 19 Maret 2916 pukul 16:28 WIB
[27]Doc.
Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (Putera mama) 20 Maret 2016 pukul 15:42 WIB
[28]
Doc. Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz (Menantu Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 15:48
WIB
[29] Doc.
Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz (Menantu Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 15:48 WIB
dan Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama) Minggu, 20 Maret 2016 pukul 15:42
WIB
[30]
Umar, Nasaruddin. 2006. Kyai Multitalenta
Sebuah Oase Spiritual KH. M. Tholhah Hasan. Jakarta: PT. Lista Fariska
Putra. Hal. 81-82 dan 340-341
[31]
Doc. Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (putera mama) Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:33
WIB
[32] Doc.
Bapak Drs. Muzayan, M.Ag, Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz, dan Bapak Drs. H. Memed
Rahmatullah
[33]
Doc. Ibu Mujayanah (Puteri Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 16:28 WIB
[34]
Doc. Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz (Menantu Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 15:49
WIB
[35]
Doc. Ibu Mujayanah (Puteri Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 16:28 WIB