18/10/2016

Biografi Mama K.H Moch Chaedar Zuhri
 


BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang Masalah
Kiai merupakan sosok penuh sumber inspirasi. Kiai bak lautan samudera pengetahuan yang tak akan habis meski dikuras setiap hari. Karena itu, sayang jika disia-siakan begitu saja. Menjadi seorang santri adalah masa-masa dimana “tradisi santri kelana” sedang masyhur.
  
Para santri era itu, memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya berguru kepada banyak Kiai. Bagi mereka setiap Kiai senantiasa memiliki penguasaan keilmuan yang berbeda. Ada seorang Kiai yang ‘alim pada ranah tertentu tapi dalam ranah yang lain tidak begitu menguasai. Misalnya, ada Kiai yang menguasai Fiqih saja, sementara di Hadits dia lemah. Maka, ketika santri ingin memperdalam Hadits, tentulah ia harus mencari guru yang ‘alim di masalah Hadits. Begitu seterusnya tak hanya itu, ada pondok-pondok tertentu yang menonjolkan Tasawuf, ada pondok olah Kanuragan, ada pula yang menonjolkan keterampilan-keterampilan. 

Dengan kondisi semacam ini, maka seorang santri yang ingin mengggapai kesempurnaan ilmu pengetahuannya, hendaklah ia menyambangi Kiai-kiai yang berbeda-beda itu. Inilah yang biasa disebut sebagai Santri Kelana. Berpindah dari satu Kiai ke Kiai yang lain atau berpindah dari pondok satu ke pondok yang lain. Para santri menganggap bahwa ketika ia berguru ke banyak Kiai maka akan berefek positif pada ilmu yang dimilikinya. Dan secara langsung, akan semakin banyak keberkahan yang diterima santri. Berkah adalah ziyadath al-khair. Maksudnya, bertambah kebajikannya dan berkurang keburukannya.

Seorang Kiai dalam keyakinan pesantren adalah tokoh-tokoh yang mempunyai kelebihan (linuwih) yang dekat dengan Allah Swt. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa berbuat kebajikan. Ibarat orang yang berdekatan dengan penjual minyak, ia akan memperoleh bau wanginya. Maka, orang yang berdekatan dengan para Kiai akan tertular semangat ‘ubudiyyah dan kesalehannya. Semakin banyak mereka dekat dengan para Kiai, semakin baik pula untuknya. Inilah makna dari keberkahan yang senantiasa diburu oleh para santri. Sebagaimana santri pada umumya, Mama KH.  Moch. Chaedar Zuhri juga memiliki keinginan untuk melanglang buana, berguru kepada Kiai-Kiai yang berbeda.[1] 

Akhir-akhir ini, tidak sedikit masyarakat, para santri bahkan alumni-alumni Nurul Falah yang tidak mengetahui sejarah hidup Mama KH. Moch Chaedar Zuhri. Karena kurangnya informasi mengenai sejarah hidup beliau dan belum adanya seseorang yang meneliti tentang perjalanan hidup beliau. 

Dari latar belakang diatas, kami tertarik untuk mengkaji atau menganalisis sebuah karya tulis yang berjudul “Biografi Mama KH. Moch. Chaedar Zuhri” agar semua masyarakat khususnya para santri dan alumni mengetahui sejarah hidup beliau lebih mendalam serta mencontoh semua akhlak dan pribadi Mama KH. Moch Chaedar Zuhri dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.

B.          Perumusan Masalah
Ada beberapa para ahli mendefinisikan tentang rumusan masalah , diantaranya :
Menurut Pariata Westra, bahwa suatu masalah yang terjadi apabila seseorang berusaha mencoba suatu tujuan atau percobaannya yang pertama untuk mencapai tujuan itu hingga berhasil.
Menurut Sutrisno Hadi, masalah adalah kejadian yang menimbulkan pertanyaan kenapa dan kenapa. 

Rumusan Masalah atau research questions atau disebut juga sebagai research problem, diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait diantara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.

Rumusan Masalah ini pada hakekatnya adalah deskriptif tentang ruang lingkup masalah, pembatasan dimensi dan analisis variabel yang tercakup di dalamnya. Dengan demikian rumusan masalah tersebut sekaligus menunjukkan fokus pengamatan di dalam proses penelitian nantinya.[2] 

Dari uraian di atas terdapat beberapa masalah yang dapat dikaji dan diteliti, yaitu :
1    1. Bagaimana riwayat hidup dan pendidikan Mama KH. Moch Chaedar Zuhri selama masa hidupnya?
2       2. Bagaimanakah akhlak dan pribadi Mama KH. Moch Chaedar Zuhri selama masa hidupnya?
3       3..  Kapan akhir hayat Mama KH. Moch Chaedar Zuhri?

C.          Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini biasanya berisi jawaban dari pertanyaan atau permasalahan yang telah diungkapkan pada bagian rumusan masalah. Tugas akhir ini akan mengacu dari tujuan penulisan ini.[3]
1     1. Untuk mengetahui tentang riwayat hidup dan pendidikan Mama KH. Moch Chaedar Zuhri selama masa hidupnya
2        2.   Untuk mengetahui tentang akhlak dan pribadi Mama KH. Moch Chadar Zuhri
3        3.   Untuk mengetahui tentang akhir hayat Mama KH. Moch Chaedar Zuhri


D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan atau dapat juga disebut out-line. Sistematika penulisan merupakan urutan penulisan naskah karya tulis yang disusun secara logis dari permulaan sampai akhir.

Sistematika penulisan ilmiah sebenarnya tidak harus seragam karena tergantung kepada kebutuhan dan selera namun untuk memberi kemudahan kepada para siswa sebagai penulis pemula, maka ditentukan sistematika seperti di bawah ini.[4] 
Pemilihan sistematika ini dilakukan berdasarkan pertimbangan kemudahan, efektifitas dan efesiensi.
BAB I       : Pendahuluan, menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II       : Kajian Teori, menguraikan tentang Definisi Biografi dan Kiai, Faktor yang Menyebabkan Seseorang Menjadi Kiai, Tipe Kiai, dan Peran Kiai dalam Pesantren.
BAB III  : Pembahasan, menguraikan tentang Riwayat Hidup dan Pendidikan Mama KH. Moch Chaedar Zuhri, Akhlak dan Pribadi Mama KH. Moch Chaedar Zuhri, Pola Pemikiran Mama KH. Moch Chaedar Zuhri, Keteladanan Mama KH. Moch Chaedar Zuhri dan Akhir Hayat Mama KH. Moch Cheadar Zuhri.
BAB IV      : Penutup, menguraikan tentang Kesimpulan dan Saran



BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Definisi Biografi dan Kiai
Biografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang berarti hidup  dan graphien yang berarti tulis.[1] Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, biografi berarti riwayat hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain. Dalam biografi dijelaskan secara lengkap kehidupan tokoh sejak kanak-kanak sampai tua, bahkan hingga tokoh tersebut meninggal, karya dan segala aspek yang dilakukan atau dihasilkan tokoh juga dijelaskan.

Teks biografi terdiri atas struktur-struktur utama, yaitu :
1. Orientasi/PengenalanTokoh
Orientasi berisi gambaran awal tentang tokoh atau pelaku didalam teks biografi. Orientasi memberikan pengenalan tokoh secara umum, seperti nama lengkap, tempat tanggal lahir, latar belakang keluarga dan riwayat pendidikan.
a.  Peristiwa dan Masalah
Dalam bagian ini berisi penjelasan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi atau pernah dialami oleh tokoh, termasuk masalah yang dihadapinya dalam mencapai tujuan dan cita-citanya.  Bagian ini mencakup aspek menarik, mengesankan, mengagumkan, dan mengharukan yang dialami tokoh.
b. Reorientasi
Bagian ini berisi pandangan penulis terhadap tokoh yang di ceritakan. Reorientasi boleh ada dan boleh tidak ada dalam teks biografi.[2]

Menurut pendapat Abdul Qodim, kata Kiai itu diambil dari bahasa Persia (Irak), yaitu dari kata kia yang berarti senang melakukan perjalanan atau disebut juga orang terpandang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Kiai itu orang yang terpandang dalam arti disegani. Sedangkan senang jalan-jalan itu berarti berdakwah.[3]

Menurut KH. Mustofa Bisri (Gus Mus) mempunyai definisi gelar “kiyai”. Menurut versi beliau, yakni ALLADZIINA YANDZURUUNAL UMMAH BI ‘AYNUR ROHMAH. Mereka yang memperhatikan  umat dengan pandangan rahmat (kasih sayang).

Ungkapan Gus Mus ini sesuai dengan asal mula kata “Kiai” berupa kata “ki” dan “yai”. Dalam kebudayaan kita, setiap hal yang memiliki kelebihan dalam sisi spiritual bisa digelari “ki-yai” atau “Kiai” tidak hanya sosok manusia, bahkan benda anorganik pun bisa.

Dalam Kamus Besar Bahasa  Indonesia, istilah Kiai memiliki pengertian yang plural. Kata Kiai mempunyai banyak arti antara lain :
1. Sebutan bagi alim ulama (cerdik pandai dalam agama Islam)
2. Sebutan bagi guru ilmu ghaib (dukun dan sebagainya)
3. Kepala distrik (di Kalimantan Selatan)
4. Sebutan yang mengawali nama benda yang dianggap bertuah (senjata, gamelan, dan sebagainya)
5. Sebutan samaran untuk harimau (jika orang melewati hutan)
Menurut asal usulnya, perkataan Kiai dengan bahasa Jawa dipakai untuk 3 (tiga) jenis gelar yang saling berbeda  :
1. Sebutan gelar penghormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat. Umpamanya Kiai Garuda karena dipakai untuk sebutan kereta emas yang ada di Keraton Yogyakarta.
2.  Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
3.  Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab.[4]

B.    Faktor yang Menyebabkan Seseorang Menjadi Kiai
Menurut Abu Bakar Aceh, ada empat faktor yang menyebabkan seseorang menjadi Kiai besar, yaitu :
1. Pengetahuannya
2. Kesalehannya
3. Keturunannya
4. Jumlah murid atau santrinya[5]

Vrendenbregt (dalam Steebrink, 1994:110) bahwa untuk menjadi Kiai itu adalah :
1. Keturunan
2. Pengetahuan agama
3. Jumlah muridnya
4. Cara dia mengabdikan diri kepada Masyarakat

Menurut Horikoshi (dalam Tafsir, 2010 : 194) kekuatan Kiai atau ulama itu berakar pada :
1. Kredibilitas moral
2. Kemampuan mempertahankan pranata sosial yang diinginkan[6]

”Kiai merupakan figur sentral, otoritatif dan pusat seluruh kebijakaan dan perubahan. Hal ini erat hubungannya dengan dua faktor. Pertama : Kepemimpinan yang tersentralisasi pada individu yang bersandar pada karisma serta hubungan yang bersifat peternalistis kebanyakan pesantren masih menganut sebamono, mono manajemen dan mono administrasi sehingga tidak ada delegasi kewenangan ke unit-unit kerja yang ada dalam organisasi. Kedua, kepemimpinan bersifat individu otoritas ini sebagai Pendiri dan Pengasuh Pesantren sangat besar dan tidak bisa diganggu gugat. Faktor nasab juga kuat sehingga Kiai bisa mewariskan kepemimpinan pesantren kepada anaknya”.(Masyhud, 2003 : 15)

Mudjahirin Tohir mendefinisikan entitas seorang Kiai dengan memasang tiga parameter mendasar. Ada tiga elemen penting yang menentukan seseorang dapat disebut Kiai atau tidak : Pertama, penguasaan dan pemahaman keagamaan yang relatif lebih tinggi dan lebih baik dibandingkan pengetahuan masyarakat dilingkungannya. Kedua, dengan pemahaman yang baik akan melahirkan sikap atau mentalitas yang baik bagi dirinya, tepatnya tercermin dalam visi geraknya. Jadi jika seseorang belum mampu memegang komitmen pada ajaran amar makruf nahi munkar, maka layak untuk diragukan kekiaiannya. Ketiga dengan visi dan sikap tadi bisa memberikan pengaruh berupa keteladanan, komitmen serta konsistensi terhadap perilakunya sendiri.[7]


C. Tipe Kiai

Adanya tipe-tipe Kiai yang dapat membedakannya antara Kiai satu dengan Kiai lainnya sebagai pemimpin dalam mengembangkan pendidikan pondok pesantren.
1.  Kiai Spiritual
Kiai spiritual adalah pengasuh pondok pesantren yang lebih menekankan pada upaya mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa lewat amalan dan ibadah tertentu. Dalam hal ini, Kiai banyak mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan seperti melakukan thariqah Naqsabandiyah, Wahidiyah, Muhammadiyah dan lain-lain.
2.  Kiai Advokatif
Kiai advokatif adalah pengasuh pondok pesantren yang selain aktif mengajar pada santri dan jama’ahnya juga memperhatikan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat dan senantiasa mencari jalan keluarnya. Kiai ini tidak hanya mengajarkan teori saja akan tetapi beliau juga ikut menerapkan teori tersebut dalam dunia nyata.
3.  Kiai Politik
Kiai politik adalah pengasuh pondok pesantren yang senantiasa peduli kepada organisasi politik dan kekuasaannya. Kiai ini tanggung jawabnya tidak hanya dalam pesantren saja akan tetapi beliau juga aktif dalam kegiatan berorganisasi diluar pondok pesantren terutama dalam dunia perpolitikan.[8]

D.    Peran Kiai dalam Pesantren
Eksistensi seorang Kiai dalam sebuah pesantren menempati posisi yang sentral. Kiai merupakan titik pusat bagi pergerakan sebuah pesantren. Kiai merupakan sumber inspirasi dan sumber pengetahuan bagi santrinya secara absolut. Seringkali dalam sebuah pesantren, Kiai adalah perintis, pengelola, pemimpin, pengasuh, bahkan sebagai pemilik tunggal, sehingga kepemimpinan seorang Kiai terlihat otoriter. Terbentur dengan kepemimpinan seorang Kiai, orang-orang diluar pesantren akan sulit sekali menembus dunia pesantren.

Kiai bebas menentukan format pesantrennya, sesuai dengan format yang diinginkannya, tanpa campur tangan siapapun. Meski format itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh gaya dan kemampuan Kiai tersebut. Hal itulah yang akhirnya menentukan ciri khas dari sebuah pesantren.

Bagi seorang santri, peran Kiai yang paling besar adalah sebagai guru dan teladan bagi santrinya. Seorang Kiai adalah tokoh ideal bagi komunitas santri. Seluruh waktu Kiai habis untuk mengajar santrinya. Seorang Kiai juga menjadi model santrinya, sehingga seorang Kiai harus menjaga citranya, jangan sampai melakukan perbuatan yang melanggar syari’at Islam.

Dalam pandangan Tolhah Hasan, peranan Kiai dipandang secara sosiologis. Peranan Kiai adalah sebagai pemimpin. Kepemimpinan Kiai meliputi empat dimensi, yaitu :
1.  Kepemimpinan ilmiah, dimana seorang Kiai dipandang mempunyai kecerdasan dan pengetahuan diatas rata-rata masyarakat pada umumnya.
2.  Kepemimpinan spiritual, seorang Kiai membimbing masyarakat dan santri melalui tasawuf dan tarekat.
3.  Kepemimpinan sosial, seorang Kiai menjadi tokoh masyarakat.
4.  Kepemimpinan administratif, dimana seorang Kiai memimpin sebuah instansi seperti pesantren dan organisasi yang lain.[9]

BAB III
PEMBAHASAN

A.    Riwayat Hidup dan Masa Pendidikan Mama K.H Moch Chaedar Zuhri

KH. Moch Chaedar Zuhri lahir di Petir, 12 April 1923 putera kedua dari lima bersaudara. Ayah beliau bernama KH. Moch. Emed Zuhri bin Amin dan Ibundanya bernama  Ratu Mahdiyah. Beliau berasal dari  keluarga sederhana namun terpandang, keluarga Kiai, pejuang, harmonis, selalu memberikan pengayoman kepada keluarga, masyarakat dan terkenal dengan kebaikannya, sehingga perilakunya menjadi panutan masyarakat sekitar.

Edang adalah nama kecil beliau. Diberi nama Moch Chaedar Zuhri karena mempunyai arti tersendiri, yaitu Chaedar artinya singa (melambangkan berani dan kuat) dan Zuhri artinya bunga. Makna dari nama beliau adalah berani memberantas kemungkaran dan menyampaikan yang hak tentang agama.[1]

KH. Moch Emed Zuhri adalah sosok pejuang yang religius membela agama Islam pada masa penjajahan sehingga oleh Tentara Belanda beliau diasingkan ke Digul, Papua. Beliau seorang Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Falah di Cigodeg, Petir. Jadi, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Sehingga KH. Moch Chaedar Zuhri menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Falah di Kaungcaang.

Sebelum Ayahandanya dibawa oleh Tentara Belanda ke Digul, beliau menitipkan KH. Moch Chaedar Zuhri kepada salah satu santrinya yaitu KH. Azhari berasal dari Desa Cimeong, Baros.[2] Dengan alasan karena KH. Azhari adalah salah satu santri yang paling dekat dengan Ayahanda KH. Moch Chaedar Zuhri, sehingga kebaikan KH. Azhari tidak diragukan lagi.[3]

Di dalam kehidupan manusia, masa kanak-kanak atau masa kecil dianggap sebagai masa bermain atau bersenang-senang sehingga pendidikan yang diberikan pada anak usia tersebut biasanya dilakukan sekadarnya. Artinya, pendidikan tersebut dilakukan tergantung pada keinginan si anak karena jika dipaksakan mereka mudah marah atau menangis.

Para tokoh pendidikan modern menyatakan bahwa pendidikan masa anak-anak adalah penting dilakukan dengan slogannya “bermain sambil belajar”. Ini digunakan untuk lebih mencerdaskan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Asumsinya, pendidikan modern tidak lagi berpedoman pada bakat alami atau tidak, akan tetapi menciptakan atau memunculkan bakat yang terpendam pada diri sang anak.[4]

Namun, hal berbeda terjadi  pada KH. Moch Chaedar Zuhri. Sejak anak-anak, bakat kepemimpinannya sudah tampak. Ketika beliau duduk di bangku Sekolah Rakyat (sekarang Sekolah dasar), beliau pernah tidak dinaikkan kelas. Suatu hari, Ibu Gurunya datang menemui Ibunda beliau dan Ibu Guru tersebut mengatakan bahwa Chaedar adalah anak yang pemberani, sehingga ia tidak dinaikkan ke kelas selanjutnya lantaran tidak ada seorang pun yang berani memimpin kelas tersebut. Dan hanya Chaedar lah yang pintar memimpin kelas tersebut diantara teman-teman yang lainnya.[5]

Perilaku yang telah tertanam sejak kecil ini tetap bertahan sampai akhir hayatnya. Hal itu menjadikan beliau layak menjadi pemimpin  yang kharismatik, dengan keadilannya menyampaikan yang hak tentang agama dan sikap anti-kekerasan dalam mengubah kejahatan menjadi kebaikan.

Di dalam bidang pendidikan, KH. Moch Chaedar Zuhri terkenal memiliki keinginan yang kuat untuk mendapatkan ilmu seluas-luasnya dan sebanyak-banyaknya. Beliau tidak gampang puas dengan ilmu yang sudah didapatnya dan berpindah-pindah dari guru satu ke guru lain.[6]

Sejak usia tiga tahun, KH. Moch Chaedar Zuhri Sekolah Rakyat (sekarang Sekolah Dasar) di Cigodeg, Petir. Setelah lulus SR, beliau melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Jamiatul Khairiyah, Tanah Abang. Pada masa itu, Pengasuh Pondok Pesantren tersebut adalah KH. Mansur (Kakek dari Ustadz Yusuf Mansur).

Selanjutnya, KH. Moch Chaedar Zuhri melanjutkan ke Pondok Pesantren Riyadul Awwalin di Cangkudu, Baros selama tiga tahun lamanya. Kemudian, beliau melanjutkan di Cilaku (Cianjur), dibawah asuhan KH. Momo selama tiga tahun.[7]

Setelah mondok dari Cilaku (Cianjur), KH. Moch Chaedar Zuhri pulang ke Cimeong, karena anak seorang Kiai, banyak wanita yang berminat ingin menjadi pendamping hidup beliau. Akhirnya, KH. Moch Emed Zuhri dan KH. Azhari berencana untuk menjodohkan beliau dengan puteri pertama dari KH. Azhari yang bernama Hamdanah binti Arca Wati. Tepat pada hari Jum’at, 10 Maret 1941 KH. Moch Chaedar Zuhri dan Hamdanah menikah dengan perbedaan usia yang cukup jauh. Pada waktu itu, KH. Moch Chaedar Zuhri berusia 18 tahun dan istrinya berusia 9 tahun.[8]

Setelah menikah, beliau kembali mencari ilmu di Plered (Purwakarta), dibawah asuhan Mama KH. Bakrie. Beliau bersama Hamdanah, KH. Azhari, Arca Wati, Sayuti, Dimyati dan Maemanah ngeli (pindah sementara) pada tahun 1949. Karena suasana di Cimeong dalam keadaan tidak nyaman.[9]

Mama KH. Moch Chaedar Zuhri  tidak pernah aktif di partai politik. Hanya, beliau oleh partai politik dijadikan tokoh yang dituakan di Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Masyumi. Karena beliau, orang yang dianggap oleh partai politik tersebut sebagai tokoh yang sangat berpengaruh dan dekat dengan rakyat. Sehingga bisa menggerakkan masyarakat untuk mendukung partai politik tersebut.

Dalam karier pekerjaan, beliau seorang Pegawai Negeri Sipil Departemen Penerangan Agama di Baros. Namun beliau, mengajukan pensiun muda dengan alasan beliau ingin lebih fokus mengurus Pondok Pesantren dan Madrasah. Alhamdulillah Mama berhasil lebih fokus mengurus dan mengembangkan pondok, santrinya pun berasal dari berbagai daerah.[10]

Atas keberhasilan tersebut beliau mendapat julukan “Mama” dari masyarakat sebagai penghormatan atas dedikasinya pada pondok dan masyarakat, secara otomatis gelar Kiai pun melekat pada Mama KH. Moch Chaedar Zuhri atas keberhasilannya di bidang ilmu agama.[11]

B.    Akhlak dan Pribadi Mama KH. Moch Chaedar Zuhri
1. Akhlak dan Pribadi Mama terhadap Keluarga
Menurut Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz, akhlak Mama terhadap keluarga cukup hati-hati dengan para puteranya, sangat dekat dalam arti tanggung jawab dan perhatian terhadap anak-anaknya. Ketika ada masalah dengan keluarga Mama sangat berhati-hati dalam menangani permasalahannya.[12]

Menurut Ibu Mujayanah, Mama merupakan sosok sangat baik, rendah hati, sangat memperhatikan anak-anaknya, adil, tidak menyebelahpihakkan, dan bersikap lembut. [13]

Menurut Bapak Drs. Muzayan, M.Ag kasih sayang Mama kepada anak-anaknya sangat besar, Mama tidak pernah membeda-bedakan anaknya dan sangat menyayangi cucu-cucunya.[14]

2. Akhlak dan Pribadi Mama terhadap Santri

Mama adalah seorang Kiai yang sangat dekat dengan para santrinya, bertanggung jawab, tegas, perhatian, selalu memberi nasihat kepada santrinya. Menurut Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz mempunyai satu santri jangan sampai diabaikan. Satu itu bisa menjadi sepuluh, sepuluh itu bisa jadi seratus.[15]

3.  Akhlak dan Pribadi Mama terhadap Masyarakat

Selain dekat dengan keluarga dan santrinya Mama juga sangat dekat dengan masyarakat, bertanggung jawab, tegas dan sangat memperhatikan masyarakat. Kebiasaan Mama selepas sholat jum’at sering berkeliling ke rumah-rumah masyarakat tujuannya pendekatan dengan masyarakat serta sambil berdakwah.[16]

C.    Pola Pemikiran Mama KH. Moch Chaedar Zuhri

Dari sisi pemikiran perkembangan masa depan adalah langkah yang selalu beliau tempuh. Butir-butir program yang selalu di munculkan bersifat futuristik, up to date dan beberapa langkah  lebih maju dari pemikiran-pemikiran sebelumnya.

Tidak bosan-bosannya beliau selalu berbicara tentang kemajemukan ataupun tentang gejolak tendensi relativitas iman (bagaimana menempatkan agama di posisi semestinya).

Kepedulian beliau mengenai dunia lembaga pendidikan dan pesantren, tak diragukan lagi. Beliau lebih mengedepankan kepada pendidikan, Mama punya pemikiran jauh kedepan walaupun beliau seorang Kiai tapi beliau ingin mendidik anak-anaknya agar mempunyai pendidikan formal dan non formal supaya bisa bergaul.

Mama KH. Moch Chaedar Zuhri dikenal bukan hanya perintis lembaga pendidikan, kita juga bisa melihat beliau sebagai Pengurus Pondok Pesantren. Ini adalah salah satu bukti bahwa Mama tidak sekedar sebagai aktivis sosial, tapi lebih dari itu sebagai pengayom para santrinya. Mungkin sebagian orang ada yang melihatnya bahwa aktivitas beliau adalah kerja-kerja yang tidak mendatangkan materi. Namun bagi beliau, materi adalah bukan satu-satunya yang dituju di dunia ini. Beliau tetap konsisten dalam mengelola Pondok Pesantren dan lembaga kemasyarakatan.

Ada beberapa pemikiran dari Mama KH. Moch Chaedar Zuhri yang perlu dan harus dilanjutkan estafetnya. Pertama, beliau mempunyai kelebihan dalam menggabungkan ilmu agama dengan ilmu umum (integralistik) baik itu berwujud pesantren maupun lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Kedua, yang penting dari beliau adalah sangat hati-hati dan tidak gegabah dalam memutuskan sesuatu.

Ketika harus diposisikan mengenai peta wacana pemikiran beliau. Pada dasarnya, kuncinya adalah dakwah. Diarea inilah pemikiran beliau bersemayam. Selangkah lebih maju, bagaimana beliau menempatkan Islam, tidak hanya sesuai dengan zaman, tetapi baginya Islam harus mendahului zaman. Kalaupun perlu, harus ada akselerasi-akselerasi yang dikerjakan. Beliau ingin sekali menjadikan pesantren sebagai lembaga yang memiliki jati diri yang kuat, tetapi tidak ketinggalan zaman.[17]


D.    Keteladanan Mama KH. Moch Chaedar Zuhri
Mama KH. Moch Chaedar Zuhri adalah sosok Kiai kharismatik yang luar biasa dan penuh tanggung jawab. Berkat karya dan jasa beliau terhadap masyarakat umum tetap terkenang serta manfaatnya masih bisa kita rasakan sampai saat ini. Salah satunya membaca dan mempelajari kitab-kitab klasik karangan Syekh Nawawi kemudian disampaikan kembali kepada santri dan masyarakat. Selain itu, beliau juga mempunyai cita-cita tinggi ingin mendirikan Pondok Pesantren.[18]
Pertama kali, Mama mendirikan Pondok Pesantren di Cimeong pada tahun 1942. Pada waktu itu Pondok Pesantren tersebut belum memiliki nama, bahkan santri pertamanya adalah H. Karsa (Alm) dan H. Suriya (Alm). Lambat laun setelah berdirinya Pondok Pesantren di Cimeong, Mama pindah tempat ke Kaungcaang atas permintaan dari masyarakat Kaungcaang sendiri, yaitu H. Ahyar (Alm), H. Acuk (Alm), H. Anggawi (Alm) dan Ki Jasira (Alm). Karena, pada waktu itu keadaan Kaungcaang sebelum ada Mama masyarakat sekitar masih dalam keadaan gelap gulita dan belum mengenal ibadah. Akhirnya masyarakat meminta mama untuk pindah agar di Kaungcaang ada sosok pencerah yang memberikan pengajaran dan pengembangan agama kepada masyarakat sekitar. Setelah tinggal di Kaungcaang, Mama mendirikan Pondok Pesantren menempati tanah H. Acuk (Alm). Bangunan Pondok Pesantren tersebut sangat sederhana terbuat dari bambu dan terdiri dari tiga kobong. Pada waktu itu, letaknya dekat MA (sekarang). Tempat yang strategis tidak mengurangi rasa semangat belajar para santri begitu pun Mama tak kenal lelah dalam mendidik dan membimbing para santri. Sistem pengajaran yang diberikan Mama kepada para santrinya lebih mengutamakan ilmu alat (kitab).
Setelah pendirian Pondok Pesantren, Mama beserta teman sejawatnya mendirikan Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) pada tahun 1952. Pertama kali pendirian Madrasah Diniyah Awaliyah di Taman Sari letaknya dekat dengan rumah KH. Badru putera dari H. Anggowi.
Pendirian Madrasah Diniyah Awaliyah dilatarbelakangi oleh beberapa hal, antara lain :
1.  Madrasah Diniyah Awaliyah dibuka untuk masyarakat sekitar agar masyarakat bisa mengenal tulis menulis arab.
2. Agar masyarakat sekitar dapat mengenyam pendidikan agama baik laki-laki maupun perempuan
3. Kemudian setelah pendirian Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Awaliyah, Mama mendirikan Madrasah Tsanawiyah pada tahun 1986 atas permintaan masyarakat setempat. Mama ingin agar masyarakat sekitar selain mengenyam pendidikan non formal juga bisa mengenyam pendidikan formalnya serta disamping mempelajari ilmu agama masyarakat juga mempelajari ilmu pengetahuan umum.
Berdirinya Madrasah Tsanawiyah Nurul Falah (1986) dan Madrasah Aliyah Nurul Falah (1988) diawali dengan silaturahmi para guru, ustadz, dan santri ke berbagai Pesantren salah satunya Pondok Pesantren Darun Najah Ciampea (Bogor) dengan tujuan studi perbandingan dalam rangka membuka dan mendirikan  pendidikan formal.
Pendirian Madrasah Tsanawiyah Nurul Falah dan Madrasah Aliyah Nurul Falah dilatarbelakangi oleh beberapa hal antara lain:
1. Dunia pendidikan berputar, masyarakat menginginkan tingkatan lanjut dari SD ke SLTP (Sekolah Lanjut Tingkat Pertama).
2. Kebutuhan khusus keluarga melayani masyarakat dibutuhkan adanya setingkat lebih tinggi atau sederajat tingkatan sederhana.
3. Kebanyakan permintaan masyarakat yang membutuhkan tingkatan pendidikan pertama.[19]
Dari karya-karya Mama tersebut wajib dijadikan suri tauladan bagi kita semua, seorang Kiai yang dekat dengan keluarga, santri, masyarakat yang tidak kenal lelah berjung untuk mewujudkan masyarakat yang religius dan berpendidikan.
E.    Akhir Hayat Mama KH. Moch Chaedar Zuhri
Pada tahun 1999, Mama mulai sakit sampai dibawa ke Rumah Sakit Umum Serang dan dirawat selama 17 (tujuh belas) hari serta di ICU selama 5 (lima) hari. Menurut dokter, Mama mengidap penyakit serangan jantung.[20]
Beberapa hari sebelum Mama menghembuskan nafas terakhir pada hari Senin, 1 Juni 2008 jam 10:00 WIB beliau memanggil Pak Baihaqi Aziz, Ibu Mujayanah, Bapak Ustadz Saju serta cucu. Beliau berpesan kepada mereka : “barudak (santri) ulah ditinggalkeun”.[21]
Ketika detik-detik menjelang sakaratul maut beliau masih bisa berkomunikasi dengan baik kendati kondisinya sudah kritis ingatannya masih baik, beliau masih hafal kepada orang-orang yang ingin ditemuinya yaitu, H. Subandi dan H. Fachri (putera pertama Mama) dan masih sempat bercanda dengan santri-santri.
Pada hari
Rabu, 3 Juni 2008 M/ 29 Jumadil Awal 1929 H Kota Pandeglang kehilangan salah satu putera terbaiknya yang telah banyak memberikan kontribusinya di bidang keagamaan, beliau menghembuskan nafas terakhir pada pukul 14:10 WIB meninggalkan seorang istri, tujuh anak, tujuh menantu, dan sembilan belas cucu.[22]
Terima kasih Mama, jasa dan karyamu serta nasihat-nasihatmu tak akan pernah kami lupakan. Pribadimu  akan senantiasa menjadi suri tauladan bagi kita semua. Semoga Allah menempatkanmu ditempat yang terbaik. Amin Yaa Robbal ‘Alamiin.


BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penulisan yang kami susun, maka dapat kami simpulkan sebagai berikut:
Faktor yang menyebabkan seseorang diberi gelar Kiai :
1. Pengetahuannya
2. Kesalehannya
3. Keturunannya
4. Jumlah murid atau santrinya
Dari tipe-tipe Kiai, Mama KH. Moch Chaedar Zuhri termasuk kedalam tipe Kiai advokatif. Mama berasal dari keluarga sederhana namun terpandang, keluarga Kiai, keluarga pejuang, harmonis, selalu memberikan pengayoman kepada keluarga dan masyarakat dan terkenal dengan kebaikannya sehingga perilakunya menjadi panutan masyarakat sekitar
Akhlak dan pribadi Mama adalah seorang yang kharismatik, tidak pernah membedakan siapapun dan memberikan nasihat-nasihat yang senantiasa diingat oleh keluarga, santri, dan masyarakat
Ada beberapa pemikiran dari Mama KH. Moch Chaedar Zuhri yang perlu dan harus dilanjutkan estafetnya. Pertama, beliau mempunyai kelebihan dalam menggabungkan ilmu agama dengan ilmu umum. Baik itu berwujud pesantren maupun lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Kedua, yang penting dari beliau adalah sangat hati-hati dan tidak gegabah dalam memutuskan sesuatu.
Dari karya-karya Mama KH. Moch Chaedar Zuhri tersebut wajib dijadikan suri tauladan bagi kita semua, seorang Kiai yang dekat dengan keluarga, santri, maupun masyarakat yang tidak kenal lelah berjuang untuk mewujudkan masyarakat yang religius dan berpendidikan.
Pada hari Rabu, 3 Juni 2008 M / 29 Jumadil Awal 1929 H Kota Pandeglang kehilangan salah satu putera terbaiknya yang telah banyak memberikan kontribusinya di bidang keagamaan. Beliau menghembuskan nafas terakhir pada pukul 14:10 WIB meninggalkan seorang istri, tujuh anak, tujuh menantu, dan sembilan belas cucu.

B.  Saran
1. Kita semua harus mencontoh dan mempraktekkan segala perilaku, akhlak dan  suri tauladan Mama KH. Moch. Chaedar Zuhri dalam kehidupan sehari-hari.
2. Diwajibkan semua Alumni Nurul Falah untuk mengetahui lebih mendalam tentang biografi Mama KH. Moch. Chedar Zuhri.
3. Melanjutkan estafet perjuangan Mama KH. Moch Chaedar Zuhri baik dalam bidang agama maupun bidang pendidikan.
4. Penulis mengharapkan Karya Tulis ini dapat dibukukan agar masyarakat khususnya alumni mengetahui dan memperoleh informasi dengan jelas tentang sejarah hidup Mama KH. Moch. Chaedar Zuhri.
5. Semoga dengan adanya Karya Tulis ini dapat menambah wawasan bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.


DAFTAR PUSTAKA

Hermawan, Asep. 2016. Buku Panduan Penulisan Karya Tulis Ilmiah Madrasah Aliyah Nurul Falah Kaungcaang. Pandeglang: MA Nurul Falah Kaungcaang
http://belalangmalang.blogspot. (diakses terakhir Kamis, 18 Februari 2016 pukul 00:27 WIB
http://hafidzbbec.blogspot. (diakses terakhir senin, 29 Februari 2016 pukul 23:05 WIB)
http://hakamabbas.blogspot. (diakses terakhir Jum’at 4 Maret 2016 pukul 20:09 WIB)
http://karyatulisilmiah.com . (diakses terakhir Senin, 29 Februari 2016 pukul 23:39 WIB)
http://katakatakita.com. (diakses terakhir Jum’at, 8 April 2016 pukul 06:41 WIB)
http://makalahbarataan.pba. Blogspot. (diakses terakhir Selasa, 1 Maret 2016 pukul 00:24 WIB)
http://www.anneahira.com. (diakses terakhir Selasa, 1 Maret 2016 pukul 00:28 WIB)
http://Zanksantri.blogspot. (diakses terakhir jum’at, 4 Maret 2016 pukul 17:57)
http;// hafidzbbec.blogspot. (diakses terakhir Senin, Maret 2016 pukul 23:09 WIB)
https://taniaahmad.wordpres.com. (diakses terakhir jum’at, 4 Maret 2016 pukul 17:37 WIB)
Rifai, Muhammad. 2010. KH. Hasyim Asy’ari Biografi Singkat 1871-1947.Jogjakarta: Garasi House of Book.
Umar, Nasaruddin. 2006. Kyai Multitalenta Sebuah Oase Spiritual KH. M. Tholhah Hasan. Jakarta: PT. Lista Fariska Putra.
Wawancara Bapak Dimyati Azhari. Selasa, 8 Maret 2016 pukul 17:50 WIB
Wawancara Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz. Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 16:26 WIB
Wawancara Bapak Drs. H. Memed Rahmatullah. Minggu, 6 Maret 2016 pukul 10:39 WIB
Wawancara Bapak Drs. Muzayan, M.Ag.  Minggu, 20 Maret 2016 pukul 15:42 WIB dan Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:33 WIB
Wawancara Ibu Humaeroh. Jum’at, 12 Februari pukul 15:15 WIB
Wawancara Ibu Mujayanah. Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 16:28 WIB 



[1] Doc.Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama), Selasa, 29 Maret 2016. Pukul 21:33 WIB dan Bapak Drs. H. Memed Rahmatullah (Paman Mama). Minggu, 6 Maret 2016. Pikul 10:39 WIB
[2] Doc.Bapak Dimyati Azhari (Adik Ipar). Selasa, 8 Maret 2016 pukul 17:50 WIB
[3] Doc.Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama). Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:33 WIB
[4] Rifai, Muhammad. 2010. KH. Hasyim Asy’ari Biografi Singkat 1871-1947. Jogjakarta: Garasi House of Book. Hal. 22.
[5] Doc. Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (putra) Minggu, 29 Maret 2016 pukul 21:54 WIB
[6]Rifai, Muhammad. 2010. KH. Hasyim Asy’ari biografi singkat 1871-1947. Jogjakarta: Garasi House of Book. Hal. 23.
[7] Doc.Bapak Dimyati Azhari (Adik Ipar) Jum’at, 8 Maret 2016 pukul 17:50  dan Ibu Humaeroh (Adik Kandung) Jum’at, 12 Februari 2016 pukul 15:15 WIB
[8] Doc. Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama) Minggu, 20 Maret 2016 pukul 15:42 WIB
[9] Doc. Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama) Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:54 WIB
[10] Doc. Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama) Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:33 WIB
[11] Doc. Ibu Mujayanah (Puteri Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 16:28 WIB
[12] Doc. Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz (Menantu Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 15:48 WIB
[13]Doc. Ibu Mujayanah (Puteri mama) Sabtu, 19 Maret 2916 pukul 16:28 WIB
[14]Doc. Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (Putera mama) 20 Maret 2016 pukul 15:42 WIB
[15] Doc. Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz (Menantu Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 15:48 WIB
[16] Doc. Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz (Menantu Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 15:48 WIB dan Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama) Minggu, 20 Maret 2016 pukul 15:42 WIB
[17] Umar, Nasaruddin. 2006. Kyai Multitalenta Sebuah Oase Spiritual KH. M. Tholhah Hasan. Jakarta: PT. Lista Fariska Putra. Hal. 81-82 dan 340-341
[18] Doc. Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (putera mama) Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:33 WIB
[19] Doc. Bapak Drs. Muzayan, M.Ag, Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz, dan Bapak Drs. H. Memed Rahmatullah
[20] Doc. Ibu Mujayanah (Puteri Mama) Sabtu, 19 Maret 2016  pukul 16:28 WIB
[21] Doc. Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz (Menantu Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 15:49 WIB
[22] Doc. Ibu Mujayanah (Puteri Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 16:28 WIB
 


[1] http://katakatakita.com. (diakses terakhir Jum’at, 8 April 2016 Pukul 06:41 WIB
[2] Setyaningsih, Ika dan Artati, Y. Budi, 2015. Detik-Detik Ujian Nasional Bahasa Indonesia Tahun Pelajaran 2015/2016 untuk SMP/MTs. Jawa Tengah: PT. Intan Pariwara.
[3] http://belalangmalang.blogspot. (diakses terakhir Kamis, 18 Februari 2016 Pukul 00:27 WIB)
[4] http://hafidzbbec.blogspot. (diakses terakhir Senin, 29 Februari 2016 Pukul 23:05 WIB)
[5] https://taniaahmad.wordpres.com. (diakses terakhir Jum’at, 4 Maret 2016 Pukul 17:37 WIB)
[6] http://zanksantri.blogspot. (diakses terakhir Jum’at 4 Maret 2016 Pukul 17:57 WIB)
[7]http://hakamabbas.blogspot. (diakses terakhir Jum’at, 4 Maret 2016 Pukul 20:09 WIB)
[8] http;//hafidzbbec.blogspot. (diakses terakhir Senin,  Maret 2016 pukul 23:09 WIB)
[9] http://karyatulisilmiah.com. (diakses terakhir Senin, 29 Februari 2016 pukul 23:39 WIB)











DAFTAR PUSTAKA

Hermawan, Asep. 2016. Buku Panduan Penulisan Karya Tulis Ilmiah
Madrasah Aliyah Nurul Falah Kaungcaang. Pandeglang: MA Nurul Falah Kaungcaang
http://belalangmalang.blogspot. (diakses terakhir Kamis, 18 Februari 2016 pukul 00:27 WIB
http://hafidzbbec.blogspot. (diakses terakhir senin, 29 Februari 2016 pukul 23:05 WIB)
http://hakamabbas.blogspot. (diakses terakhir Jum’at 4 Maret 2016 pukul 20:09 WIB)
http://karyatulisilmiah.com . (diakses terakhir Senin, 29 Februari 2016 pukul 23:39 WIB)
http://katakatakita.com. (diakses terakhir Jum’at, 8 April 2016 pukul 06:41 WIB)
http://makalahbarataan.pba. Blogspot. (diakses terakhir Selasa, 1 Maret 2016 pukul 00:24 WIB)
http://www.anneahira.com. (diakses terakhir Selasa, 1 Maret 2016 pukul 00:28 WIB)
http://Zanksantri.blogspot. (diakses terakhir jum’at, 4 Maret 2016 pukul 17:57)
http;// hafidzbbec.blogspot. (diakses terakhir Senin, Maret 2016 pukul 23:09 WIB)
https://taniaahmad.wordpres.com. (diakses terakhir jum’at, 4 Maret 2016 pukul 17:37 WIB)
Rifai, Muhammad. 2010. KH. Hasyim Asy’ari Biografi Singkat 1871-1947.Jogjakarta: Garasi House of Book.
Umar, Nasaruddin. 2006. Kyai Multitalenta Sebuah Oase Spiritual KH. M. Tholhah Hasan. Jakarta: PT. Lista Fariska Putra.
Wawancara Bapak Dimyati Azhari. Selasa, 8 Maret 2016 pukul 17:50 WIB
Wawancara Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz. Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 16:26 WIB
Wawancara Bapak Drs. H. Memed Rahmatullah. Minggu, 6 Maret 2016 pukul 10:39 WIB
Wawancara Bapak Drs. Muzayan, M.Ag.  Minggu, 20 Maret 2016 pukul 15:42 WIB dan Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:33 WIB
Wawancara Ibu Humaeroh. Jum’at, 12 Februari pukul 15:15 WIB
Wawancara Ibu Mujayanah. Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 16:28 WIB



[1]Umar, Nasaruddin. 2006. Kyai Multitalenta Sebuah Oase Spiritual KH. M. Tholhah Hasan. Jakarta: PT. Lista Fariska Putra. Hal. 81-82
[2] http://makalahbarataanpba.blogspot. (diakses terakhir Selasa, 1 Maret 2016. Pukul 00:24 WIB)
[3] http://www.anneahira.com. (diakses terakhir Selasa, 1 Maret 2016. Pukul 00:28 WIB)
[4] Hermawan, Asep. 2016. Buku Panduan Karya Tulis Ilmiah Madrasah Aliyah Nurul Falah Kaungcaang Pandeglang: MA Nurul Falah Kaungcaang.
[5] http://katakatakita.com. (diakses terakhir Jum’at, 8 April 2016 Pukul 06:41 WIB
[6] Setyaningsih, Ika dan Artati, Y. Budi, 2015. Detik-Detik Ujian Nasional Bahasa Indonesia Tahun Pelajaran 2015/2016 untuk SMP/MTs. Jawa Tengah: PT. Intan Pariwara.
[7] http://belalangmalang.blogspot. (diakses terakhir Kamis, 18 Februari 2016 Pukul 00:27 WIB)
[8] http://hafidzbbec.blogspot. (diakses terakhir Senin, 29 Februari 2016 Pukul 23:05 WIB)
[9] https://taniaahmad.wordpres.com. (diakses terakhir Jum’at, 4 Maret 2016 Pukul 17:37 WIB)
[10] http://zanksantri.blogspot. (diakses terakhir Jum’at 4 Maret 2016 Pukul 17:57 WIB)
[11]http://hakamabbas.blogspot. (diakses terakhir Jum’at, 4 Maret 2016 Pukul 20:09 WIB)
[12] http;//hafidzbbec.blogspot. (diakses terakhir Senin,  Maret 2016 pukul 23:09 WIB)
[13] http://karyatulisilmiah.com. (diakses terakhir Senin, 29 Februari 2016 pukul 23:39 WIB)
[14] Doc.Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama), Selasa, 29 Maret 2016. Pukul 21:33 WIB dan Bapak Drs. H. Memed Rahmatullah (Paman Mama). Minggu, 6 Maret 2016. Pikul 10:39 WIB
[15] Doc.Bapak Dimyati Azhari (Adik Ipar). Selasa, 8 Maret 2016 pukul 17:50 WIB
[16] Doc.Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama). Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:33 WIB
[17] Rifai, Muhammad. 2010. KH. Hasyim Asy’ari Biografi Singkat 1871-1947. Jogjakarta: Garasi House of Book. Hal. 22.
[18] Doc. Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (putra) Minggu, 29 Maret 2016 pukul 21:54 WIB
[19]Rifai, Muhammad. 2010. KH. Hasyim Asy’ari biografi singkat 1871-1947. Jogjakarta: Garasi House of Book. Hal. 23.
[20] Doc.Bapak Dimyati Azhari (Adik Ipar) Jum’at, 8 Maret 2016 pukul 17:50  dan Ibu Humaeroh (Adik Kandung) Jum’at, 12 Februari 2016 pukul 15:15 WIB
[21] Doc. Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama) Minggu, 20 Maret 2016 pukul 15:42 WIB
[22] Doc. Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama) Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:54 WIB
[23] Doc. Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama) Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:33 WIB
[24] Doc. Ibu Mujayanah (Puteri Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 16:28 WIB
[25] Doc. Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz (Menantu Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 15:48 WIB
[26]Doc. Ibu Mujayanah (Puteri mama) Sabtu, 19 Maret 2916 pukul 16:28 WIB
[27]Doc. Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (Putera mama) 20 Maret 2016 pukul 15:42 WIB
[28] Doc. Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz (Menantu Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 15:48 WIB
[29] Doc. Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz (Menantu Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 15:48 WIB dan Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (Putera Mama) Minggu, 20 Maret 2016 pukul 15:42 WIB
[30] Umar, Nasaruddin. 2006. Kyai Multitalenta Sebuah Oase Spiritual KH. M. Tholhah Hasan. Jakarta: PT. Lista Fariska Putra. Hal. 81-82 dan 340-341
[31] Doc. Bapak Drs. Muzayan, M.Ag (putera mama) Selasa, 29 Maret 2016 pukul 21:33 WIB
[32] Doc. Bapak Drs. Muzayan, M.Ag, Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz, dan Bapak Drs. H. Memed Rahmatullah
[33] Doc. Ibu Mujayanah (Puteri Mama) Sabtu, 19 Maret 2016  pukul 16:28 WIB
[34] Doc. Bapak Drs. E. Baihaqi Aziz (Menantu Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 15:49 WIB
[35] Doc. Ibu Mujayanah (Puteri Mama) Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 16:28 WIB